Enggan Jual ke Pabrik, Petani di Tolokalo Olah Sendiri Tebu Jadi Gula Merah

0

Dompu (Suara NTB) – Kebun Bibit Datar (KBD) tebu seluas sekitar 50 ha tahun 2016 yang semula direncanakan sebagai bibit tanaman tebu rakyat di Dompu tidak jelas kelanjutannya. Tebu yang seharusnya ditebang untuk bibit awal 2017 ini tidak ada kepastian, sehingga para petani merasa rugi karena lahan yang selama ini ditanami jagung belum juga berproduksi.

Kendati pihak petugas telah mengingatkan bahwa KBD ini akan menjadi hak petani bila hingga Maret 2017 tidak ditebang untuk bibit. Namun tebu ini tidak bisa dibawa ke pabrik dan harus ada surat persetujuan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Dompu agar bisa diterima pihak pabrik gula atau diikutkan dalam tebu rakyat di sekitar Hodo.

‘’Kalau kita masukan ke pabrik, rasanya kita akan rugi banyak. Makanya kita olah menjadi gula merah dan gulanya kita jual langsung ke masyarakat,” kata Ali salah seorang petani tebu.

Ali mengaku, terpaksa mengolah tebu KBD di lahannya seluas 1,5 ha menjadi gula merah karena merasa dirugikan lantaran sudah 3 kali masa tanam jagung tidak menanam. Karena selama ini lahannya ditanami jagung dan hasil produksinya bisa langsung dirasakan. Lahan ini juga menjadi sumber penghasilan keluarga.

“Tapi dari Perkebunan dulu bilang, kalau sudah lewat Maret (2017-red), KBD ini menjadi hak petani pemilik lahan. Makanya kita coba olah menjadi gula merah dan berhasil,’’ ujarnya.

Untuk mengolah gula merah, petani membutuhkan air tebu sebanyak 14 liter dan menghasilkan 5-6 Kg gula merah padat. Agar bisa menjadi gula padat, harus diproses masak dan diaduk selama 4 – 5 jam. Gula ini dijual ke masyarakat sekitar Desa Tolokalo. Setelah berhasil dicoba, kini Ali bersama keluarganya membuat tungku api lebih banyak dan baru tersedia 4 wajan untuk proses pengolahan gula merah dari tebu.

‘’Besok kita akan mulai masak untuk menjadi gula,’’ terang Ali.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Dompu, Ir H Fakhrurrazi secara terpisah dikonfirmasi mengatakan, program bansos untuk KBD sekitar 50 ha dari pemerintah pusat tersebut merupakan program tahun 2016 lalu. Tebu di KBD ini direncanakan untuk perluasan area tanaman tebu rakyat.

‘’KBD ini untuk perluasan area tanaman tebu, ndak bisa untuk yang lain. Pihak perusahaan pun tidak berani menerima tebu dari KBD. Mereka baru akan terima kalau ada surat dari kami,’’ ungkap H Fakhrurrazi.

Bila petani menebang dan memproses tebu untuk kebutuhan lain, H Fakhrurrazi pun mengaku, tidak kuasa melarangnya. Apalagi KBD tersebut ada batasan usia. “Kalau kami merekomendasikan, itu justru kami yang salah. Tapi kalau mereka (petani) sendiri yang memprosesnya, kita juga tidak bisa berkata apa – apa,” jelasnya. (ula)