Tak Kalah dengan Produk Impor, NTB Antisipasi Kebanjiran Pesanan Rapid Antigen ‘’Entram’’

0

Mataram (Suara NTB) – Alat tes cepat atau rapid test antigen ‘’Entram’’ buatan NTB telah mengantongi izin produksi dan izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dengan harga yang cukup murah hanya Rp60.000 dan tingkat akurasi yang tinggi, produk buatan NTB yang dibuat PT. Hepatika Mataram ini diperkirakan akan kebanjiran pesanan.

Direktur PT. Hepatika Mataram, Prof. Dr. dr. Mulyanto mengatakan pada tahap awal, pihaknya telah memproduksi 60.000 rapid test antigen ‘’Entram’’. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50.000 merupakan pesanan Pemprov NTB.

‘’Sekarang persediaan masih ada tinggal 10.000,’’ sebut Prof. Mulyanto dikonfirmasi usai penyerahan rapid antigen Entram oleh Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc., kepada Bupati/Walikota se – NTB, pekan kemarin.

Ia menyebutkan, dalam sebulan bisa memproduksi 50.000 alat rapid test antigen ‘’Entram’’. Jika kebanjiran pesanan, Kepala Laboratorium Hepatika Mataram ini mengatakan produksi masih bisa dutingkatkan. “Sebulan bisa produksi sampai 50.000. Bisa ditingkatkan, yang lama membungkusnya. Packingnya masih manual,” katanya.

Prof. Mulyanto menjelaskan, alat rapid test antigen ‘’Entram’’ merupakan produk Indonesia kedua di Indonesia. Produk rapid test antigen buatan Indonesia pertama, kata Mulyanto, dibuat oleh Universitas Padjajaran. Sedangkan rapid test antigen ‘’Entram’’ merupakan kolaborasi antara Laboratorium Hepatika Mataram dan Universitas Mataram.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, dr. H.Lalu Hamzi Fikri, M.M., MARS., mengatakan, produk rapid antigen ‘’Entram’’ harganya Rp60.000. ‘’Dengan sensitivitas dan spesifitas lebih dari standar yang ditetapkan Kemenkes. Tidak kalah dengan produk impor. Dengan harga terjangkau. Kalau produk dari luar bisa tiga sampai empat kali lipat,’’ ungkapnya.

Fikri mengatakan, alat rapid test antigen ‘’Entram’’ memiliki sensivitas sebesar 92,31 persen, sedangkan standar Kemenkes lebih dari 80 persen. Begitu juga spesivitasnya sebesar 97,65 persen, sedangkan standar Kemenkes 97 persen. ‘’Kecepatan mendiagnosis 15 – 20 menit,’’ jelas Fikri. (nas)