Tuntut Keadilan, Warga Jurang Koak Datangi Kejari Selong

0

Selong (Suara NTB) – Ratusan warga Jurang Koak Desa Bebidas Kecamatan Wanasaba, Senin, 10 Oktober 2016 melakukan aksi di sejumlah instansi pemerintah di Lombok Timur (Lotim). Aksi warga Jurang Koak ini sebagai bentuk protes keras dugaan praktik kriminalisasi tiga pejuang tanah adat Jurang Koak yang sudah ditangkap dan ditahan aparat.

Dalam aksinya, warga menggedor Kejaksaan Negeri (Kejari) Selong, Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Wilayah III Lotim dan kantor Bupati Lotim. Warga yang turut serta membawa sejumlah anak-anak kecil dalam menyampaikan aspirasinya ini bahkan berencana akan menginap untuk memperjuangkan hak klaim atas tanah adat dan berseberangan dengan Balai TNGR.

Tiga pejuang adat, masing-masing Ketua Amaq Wir diketahui sudah lebih dulu sudah mendapatkan vonis pengadilan 1,5 tahun penjara, menyusul Amak Novi dan Sulaiman alias Amaq Nanda. Mereka ditangkap aparat kepolisian pada tanggal 8 Juni 2016 lalu.

Salah satu warga, Zul Harmawadi, menegaskan, para pejuang tanah adat bukanlah kriminal. Pejuang adat buat melanggar pidana. Upaya perjuangan hak atas tanah seluas 150 ha yang terletak di lereng Gunung Rinjani itu merupakan sengketa perdata. Karenanya, diminta, ketiga pejuang adat agar dibebaskan dari segala tuntutan pidana. Praktik kriminalisasi terhadap petani Jurang Koak harus segera dihentikan.

Klaim warga, tanah adat itu merupakan warisan dari para leluhur warga Desa Bebidas. Pihak TNGR dituding justru mengusir warga secara paksa dari ruang hidupnya. Pengukuhan atas kawasan TNGR diketahui warga terjadi sejak penunjukan sebagai hutan tutupan dengan Surat Keputusan Nomor : 1-Sub I yang terbit tahun 1929. Kemudian ditetapkan menjadi kawasan Suaka Margasatwa melalui Keputusan Gubernur Hindia Belanda GB. Nomor 15. STBL Nomor 77 tanggal 17 Maret 1941. Berkembang kemudian menjadi kawasan TNGR seluas 41.330 ha yang penetapannya melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 280/KPTS-IV/1997.

Atas dasar ini, warga Jurang Koak menilai penetapan  kawasan TNGR merupakan produk dari kolonial belanda yang menguasai dan memonopoli hak tanah rakyat. Perjuangan warga untuk mengambil kembali lahan sudah cukup lama. Tercatat sejak tahun 1970-an. Dihitung selama itu sudah 32 orang warga Jurang Koak dinilai telah dikriminalisasi, karena dianggap masuk kawasan TNGR.

Keyakinan warga ingin membuka kembali lahannya. Tahun 2015, dimulai seluas 75 hektar yang dibagi kepada 650 Kepala Keluarga dan rata-rata mendapatkan 10-11 are, yakni dari warga Dusun Burne, Jurang Koak dan Dasan Erot.

Menanggapi hal ini, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Selong, Jeffry Lokopessy, menjelaskan, kasus hutan Jurang Koak yang sudah menetapkan tiga tersangka tersebut merupakan limpahan dari Polda NTB. Dalam hal ini, sudah satu orang sudah vonis pengadilan dengan hukuman kurungan penjara 1,5 tahun. Lainnya, dijadwalkan akan divonis pada Selasa, 11 Oktober 2016. “Besok (hari ini-red) akan ada vonis baru,” tuturnya.

Selama proses persidangan hingga ketok palu vonis hakim, kata Jeffy, belum ada jawaban tanggapan mengenai upaya hukum yang akan dilakukan para tersangka.

Dalam hal ini, ujarnya, tidak ada tudingan kriminalisasi. Tudingan warga ada praktik kriminalisasi harus dibuktikan lewat hukum. “Tersangka kan bisa melakukan upaya hukum banding,” ucapnya.

Adanya aksi demonstrasi dinilai merupakan salah satu bentuk penolakan terhadap vonis yang sudah diputuskan pengadilan. Diketahui, putusan hakim itu sudah dianggap inkcracht, karena tidak ada bantahan dan upaya hukum lanjutan. Pandangan hukumnya, pasca putusan hakim maka hal itu menunjukkan yang bersangkutan terbukti melakukan tindak pidana. “Jika ingin membantah, silakan melalui upaya hukum,” demikian terangnya. (rus)