Terdakwa Korupsi Penyertaan Modal PT LTB Minta Bebas

0

Mataram (Suara NTB) – Tiga terdakwa perkara korupsi penyertaan modal PT Lombok Tengah Bersatu menyerahkan nota pembelaannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat, 18 Mei 2018. Masing-masing ingin dibebaskan dari segala tuntutannya terkait korupsi penyertaan modal sebesar Rp 1 miliar.

Para terdakwa itu antara lain mantan Direktur Utama PT LTB, Lalu Martadinata, mantan Direktur Keuangan dan Pengembangan Bisnis Zahrun Arbaidi dan Direktur Keuangan Abdul Karim.

“Pada intinya kami meminta klien kami dibebaskan dari segala tuntutan,” kata Hadi.

Zahrun, kliennya sebelumnya dituntut penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 200 juta. Kemudian, dituntut mengganti kerugian negara sebesar Rp 552 juta.

Menurut jaksa, Zahrun terbukti mencuci uang hasil korupsinya sebesar Rp 700 juta tersebut. Modusnya, uang itu dikirimkan ke rekening orang lain terlebih dulu baru dikirimkan ke rekening pribadinya.

Sementara Martadinata menyampaikan sendiri nota pembelaannya. Dia menyinggung soal nilai transfer sebesar Rp 15 juta ke rekening BNI milik PT LTB dari Zahrun.

Sembari memohon kebijaksanaan hakim, dia mengaku pasrah atas apapun vonis hakim nantinya.

“Tapi saya tidak bisa langsung menerima (vonis hakim), saya tidak perlu mengakui kesalahan yang memang tidak pernah saya lakukan,” ujarnya.

Ketiga terdakwa dinilai penuntut umum terbukti bersalah di dakwaan ke satu primair. Yakni, Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Mereka juga dituntut bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara berlanjut. Ini sesuai dengan dakwaan kedua dari penuntut umum.

Untuk terdakwa Zahrun, perbuatan TPPU yang dilakukan diancam dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 64 ayat 1. Sedangkan Martadinata dan Karim, diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 di undang-undang yang sama.

Martadinata dituntut penjara selama enam tahun, denda Rp 200 juta dan uang pengganti Rp 36,5 juta. Sementara penjara lima tahun untuk Abdul Karim berikut denda Rp 200 juta. Karim sudah menitipkan uang pengganti kerugian sebesar Rp 100,4 juta.

Bentuk penyimpangan dalam kasus, menurut BPK RI antara lain, tahap perencanaan dan persetujuan kerja sama penyertaan modal, tahap pencairan modal, dan pelaksanaan dan penggunaan dana. (why)