Farida Jaeka, Anak Supir yang Harumkan Nama NTB di MTQ

1

Mataram (suarantb.com) – Farida Jaeka, peraih juara I  Musabaqah Tilawatil Qur’an Nasional (MTQN) cabang mata lomba M2IQ mengaku amat bangga dapat menjadi perwakilan NTB meraih juara di ajang bergengsi tersebut. Gadis kelahiran tahun 1994 ini tak henti-hentinya mengucap syukur atas anugerah yang dikaruniakan Allah SWT. Ia pun mengaku terharu dengan begitu besarnya apresiasi masyarakat terhadapnya yang menurutnya hanya orang kecil.

“Saya berkali-kali menitikkan air mata melihat sambutan masyarakat kepada saya yang hanya orang kecil, hanya anak kampung, anak seorang sopir engkel, bukan anak pejabat ini,” ungkapnya kepada suarantb.com, Senin, 8 Agustus 2016.

Ia mengatakan bahwa hal tersebut merupakan bukti kekuasaan Allah, dengan usaha yang keras serta do’a maka hal-hal kecil seperti kondisi keluarga dan pekerjaan orang tua bukanlah penghalang bagi siapapun untuk berprestasi. Bahkan ia merasa bersyukur terlahir sebagai anak seorang sopir engkel dengan ibunya yang hanya ibu rumah tangga, ia bisa tumbuh seperti sekarang ini.

“Saya meyakini betul bahwa jika kita berusaha keras, maka ‘keras’ juga hasil yang akan kita dapatkan,” ungkapnya penuh haru.

Sebelum menjadi perwakilan NTB di ajang MTQN tersebut, ia mengikuti seleksi tingkat provinsi yang cukup panjang. Semenjak bulan November 2015 hingga Juni 2016 ia berusaha mati-matian untuk dapat menjadi perwakilan NTB di tingkat Nasional. “Itu pun meski menjadi juara, belum tentu dapat lolos mengikuti kompetisi MTQ Nasional,” terangnya.

Ia mengaku perjuangan selama mengikuti seleksi itu bukanlah hal yang mudah. Dengan membawakan makalah bertemakan etos kerja dan kesetaraan gender, ia tampil mewakili NTB dengan presentasi ilmiahnya tentang protes Budaya Patriarki. Ia mengemukakan alasan-alasan Ilmiah berdalil keislaman mengenai kesempatan yang sama antara laki-laki dan wanita dalam urusan kemanusiaan, seperti pendidikan maupun pekerjaan.

“Peran wanita tidak hanya terbatas di dapur, di sumur dan di kasur. Tapi kita sebagai wanita juga punya hak yang sama dalam urusan kemanusiaan ini. Seperti pendidikan misalnya. Saya mengajukan protes atas dominasi kaum pria dalam budaya patriarki,” ulasnya singkat.

Akhirnya dengan segala usaha tersebut, gadis yang kerap disapa Eka ini dapat mengecap manis hasilnya. Prestasi yang diraihnya tidak hanya kali ini saja. Gadis lulusan FKIP Universitas Mataram program studi Bahasa dan Sastra Indonesia ini, kerap menjadi juara semenjak duduk di bangku madrasah, dan kini setelah menyelesaikan program S1 nya di Univeritas Mataram, ia bersiap hendak melanjutkan S2 di Universitas Indonesia dengan jalur beasiswa.

Namun sederet prestasi yang ia dapatkan tersebut tidak membuatnya menjadi tinggi hati. Menurutnya, semua orang punya kehebatan masing-masing yang jauh lebih menakjubkan dari apa yang orang lihat. “Saya kebetulan diberi anugerah oleh Allah SWT. Bukan berarti saya lebih hebat dari orang lain. Hanya sebagai inspirasi dan motivasi saja buat kita. Apa pun profesi kita, orang tua kita, kita berusaha sebaik-baiknya,” katanya.

Ia juga berpesan kepada anak-anak muda generasi selanjutnya agar jangan menjadikkan hal-hal kecil sebagai alasan untuk patah semangat berprestasi. “Saya juga berpesan kepada adik-adik di kampung saya, kepada kita semua generasi muda tentunya. Agar jangan patah semangat hanya karena hal kecil seperti itu. Bahkan justru dari hal-hal kecil itulah yang akan menjadikan kita lebih besar dan hebat,” pesannya. (rdi)