Walikota Tolak Usul MoU dengan RSUD NTB

0
Mohan Roliskana. (Suara NTB/Jun)

Mataram (Suara NTB) – Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana menolak usulan Fraksi PKS DPRD Kota Mataram yang menyarankan Pemkot Mataram melakukan MoU (kerjasama) dengan RSUD Provinsi NTB untuk mengcover warga Mataram yang tidak tercover dalam layanan BPJS.

“Terhadap perkembangan rencana MoU Pemerintah Kota Mataram dengan RSUP NTB terkait pembiayaan pasien warga Kota Mataram yang tidak mampu dapat disampaikan, bahwa tahun 2022 Pemerintah Kota Mataram telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 miliar (dari Rp11 miliar) untuk belanja iuran dan bantuan iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI daerah sebagai upaya untuk mencapai UHC (Universal Health Coverage). Sehingga tidak perlu lagi ada kerjasama dengan RSUD Provinsi NTB karena pasien yang dilayani di sana sudah tercakup dalam BPJS,” terang Walikota saat membacakan jawaban eksekutif terhadap pemandangan umum fraksi fraksi dewan di DPRD Kota Mataram, Jumat, 26 November 2021.

Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Fraksi PKS DPRD Kota Mataram, Irawan Aprianto, ST., mengaku kecewa dengan jawaban Walikota. Dia mengatakan, pihaknya sangat tidak yakin dengan penambahan anggaran, Kota Mataram akan dapat mencapai UHC.

‘’Sepertinya Pak Walikota belum mengetahui prosedur pengajuan BPJS APBD. Bahwa prosedurnya, masyarakat itu di luar jalur reguler yang diusulkan oleh kelurahan, masyarakat yang belum punya BPJS, pertama mereka harus sakit dulu. Kemudian menggunakan rujukan puskesmas kepada RSUD Kota Mataram untuk selanjutnya diajukan ke Disos dengan berbagai macam dokumen-dokumen yang lain. Atau bisa juga mereka menggunakan keterangan dari RSUD Kota Mataram untuk kemudian divalidasi di Dikes Kota Mataram lalu diajukan ke Disos,’’ terangnya usai paripurna di DPRD Kota Mataram.

Walaupun sudah divalidasi, lanjut Irawan, warga bersangkutan harus masuk dalam BDT (Basis Data Terpadu). ‘’Kalau mereka tidak masuk dalam BDT, tidak bisa,’’ sesalnya. Padahal, masih banyak masyarakat Kota Mataram yang tidak mampu tetapi tidak masuk dalam BDT. ‘’Walaupun mereka masuk dalam BDT kemudian diapprove oleh BPJS, itu paling tidak membutuhkan waktu sebulan,’’ imbuhnya.

Yang menjadi pertanyaan, kata Irawan, bagaimana ketika mereka sakit kemudian membutuhkan penanganan segera. ‘’Dan itu dia dirawat di RSUD Provinsi, jelas ndak bisa. Masak orang sakit butuh penanganan segera disuruh nunggu sebulan sampai keluar BPJS-nya’’ katanya. Anggota dewan dari daerah pemilihan Sandubaya ini menegaskan bahwa MoU itu dibutuhkan untuk menangani keadaan yang selama ini tidak tercover.

Irawan mengaku heran dengan sikap Pemkot Mataram. ‘’Sebenarnya Walikota waktu itu sudah mengiyakan. Dalam beberapa kali pemandangan umum fraksi kami ini tetap kami sampaikan dan ditanggapi akan kami tindaklanjuti. Saat rapat kerja gabungan dengan eksekutif lain lagi bahasa eksekutif katanya tidak ada dana. Sekarang berubah lagi. Tidak ada konsistensi dari eksekutif,’’ ungkapnya.

Jawaban Walikota yang mengatakan bahwa MoU dengan RSUD NTB tidak diperlukan, menggambarkan bahwa Walikota belum mengetahui bagaimana kondisi di lapangan. ‘’Nampaknya Walikota tidak mendapatkan penjelasan menyeluruh dari dinas-dinas yang ada di bawahnya,’’ ucapnya.

Oleh karena itu, Irawan berharap Walikota Mataram mempelajari kondisi di lapangan. ‘’Supaya beliau tahu bahwa ada celah yang tidak mungkin dicover dengan itu (UHC, red). Dan celah ini harus kita perhatikan. Karena ini menyangkut nyawa masyarakat Kota Mataram,’’ tandasnya. (fit)