Kondisi gedung Pascasarjana Universitas Mataram di Jalan Pendidikan rusak akibat gempa.  Salah satu bangunan yang sebelumnya dilakukan asesmen  ini mulai diperbaiki. (Suara NTB/ars)

Mataram (Suara NTB) – Asesmen sejumlah gedung pemerintahan yang dilakukan oleh tim ahli diharapkan tidak hanya memberikan klarifikasi terkait gedung yang layak atau tidak layak digunakan. Lebih dari itu,  harus membongkar dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek yang diperiksa.

‘’Sebab, bukan tidak mungkin ada masalah pada saat pelaksanaannya tersebut,’’ kata Peneliti Hukum Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB, Johan Rahmatullah, SH.,MH, Kamis, 13 September 2018.

Tim asesmen didorong bekerja lebih jauh. Tidak hanya sebatas memberikan klarifikasi dan rekomendasi untuk sekadar melakukan perbaikan maupun perobohan gedung tersebut. Menurut Johan, langkah itu belum tuntas.

‘’Pemeriksaan secara komperhensif dan mendalam adalah harapan publik. Untuk bisa mengetahui masalah pada pengerjaan proyek tersebut,’’ kata Johan.

Karena kuat dugaan, lanjutnya, ada gedung pemerintahan yang dikerjakan terburu-buru oleh kontraktor dengan alasan kontrak yang segera berakhir. Dalam bekerja, tim ahli didorong untuk punya sikap dan independensi, agar hasil yang direkomendasikan tidak berdasarkan pesanan saja.

‘’Ini perlu menjadi perhatian tim ahli sehingga indpendensi dan sikap kooperatif dalam melaksanakan tugas tetap dikedepankan,’’ harapnya.

Sementara kepada Aparatur Penegak Hukum (APH) yang berkomitmen untuk mengusut sejumlah bangunan yang rusak tersebut menurutnya patut diapresiasi. ‘’Sebab ini langkah responsif yang diharapkan oleh masyarakat kepada aparat penegak hukum,’’ jelasnya.

Oleh sebab itu, dorongannya, diharapkan kepada penegak hukum untuk lebih agresif jika tidak mendapati hasil pemeriksaan maksimal dari tim asesmen. Menurutnya, penting untuk mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan investigasi sebagai langkah alternatif.

‘’Kalau misalnya dalam hal ini aparat penegak hukum hanya berpangku tangan menunggu hasil dari tim ahli yang kemudian pada hasilnya nanti tidak memberikan sesuatu yang lebih kemudian tidak mengambil sikap inisiatif, ini menurut saya menjadi anomali,’’ tandasnya.

Ditreskrimsus Polda NTB sebelumnya menyambut baik rencana  tim asesmen Fakultas Teknik Universitas Mataram (FT Unram) untuk koordinasi terkait gedung rusak akibat gempa. Dibuka kemungkinan hasil asesmen akan dikoordinasikan untuk penyelidikan awal.

Peluang polisi mengusut proyek rusak akibat gempa akan tergantung perkembangan dari ahli Unram dan lembaga lainnya yang bisa diajak koordinasi. Secara teknis langkah itu akan dijelaskan setelah proses assessment tuntas. Itulah alasannya, Ditreskrimsus belum bisa memberikan banyak penjelasan.

Koordinator Posko Tanggap Darurat Yusron Saadi, ST.,M.Sc, PhD, menjelaskan, jika untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan, menurutnya perlu pemeriksaan fisik secara detail menggunakan alat dan waktu khusus. Pihaknya punya pengalaman panjang membantu penegak hukum  dalam proses cek fisik untuk mengetahui spek dan mutu bangunan yang diperiksa. Tidak saja sampai penyidikan, juga pada tahap persidangan.

Dari rangkaian pemeriksaan dan temuan kejanggalan itu, ia berkesimpulan kerusakan gedung tidak cukup dengan alasan force majure atau rusak akibat kejadian luar biasa. Kerusakan tidak begitu saja, karena ada faktor ketidak patuhan pada RAB dan mempengaruhi spek proyek. Tipe pembangunan berbeda-beda, sangat tergantung kepatuhan panitia, rekanan dan pengawas proyek.

Hasil temuan awal pihaknya, ia dan tim mengecek sisa retakan.  Begitu diremas, langsung gembur seperti tepung, diduga ada masalah pada campuran semen. Di sebuah rumah sakit, timnya menemukan rangka baja yang tidak support atap. Ketika guncangan terjadi, beban pada atap tidak mampu ditopang rangka sehingga ambruk dan genteng berjatuhan. Di rumah sakit yang sama, besi antarbantalan cor dengan tiang tidak dikaitkan.

Temuan lainnya soal penempatan kolom praktis bangunan milik sebuah kantor instansi pemerintah. Kolom tersebut dipasang pada jarak sembilan meter persegi dari kolom lainnya.  Idealnya pada tiap jarak dua meter persegi ada kolom praktis, apalagi bangunan pemerintah itu lebih dari satu lantai.

Ada juga ditemukan gedung tiga kali lelang dan dikerjakan tiga rekanan berbeda, sehingga pembangunan gedung lantai dua dan tiga tidak berkesinambungan dengan gedung lantai satu.  Saat gempa 7,0 SR mengguncang, gedung itu sama parahnya dengan kerusakan bangunan pemerintah di Lombok Utara.

Sebuah bangunan lantai tiga, bagian bawah hanya dibangun tiang penyangga, penghubung dari konstruksi cakar ayam hingga ke lantai tiga. Lantai satu gedung basement untuk parkir kendaraan tidak ditopang dengan tembok yang berfungsi jadi penyangga lantai dua dan tiga. Praktis ketika guncangan, tiang tidak mampu menahan bobot dua lantai dan barang barang di dalamnya. (ars)