Tiga Teater Kampus di Mataram Ramaikan BBLS 2016

0

Mataram (suarantb.com) – Beberapa pekan terakhir Taman Budaya Provinsi NTB terlihat riuh oleh beberapa kegiatan kesenian. Yang teranyar adalah berkumpulnya tiga kelompok teater kampus yang ada di Mataram untuk ikut meramaikan  Bulan Budaya Lombok Sumbawa (BBLS) 2016.

Tiga teater kampus tersebut yakni Teater Putih FKIP Unram, Teater Sasentra Universitas Muhammadiyah Mataram, dan Teater Saksi IAIN Mataram. Ketiganya bergiliran menyuguhkan pertunjukan kepada publik mulai tanggal 6 – 8 September 2016.

Tema yang diangkat dalam kegiatan tersebut adalah  “Unjuk Bisa Teater Kampus,”. Hal yang menarik dari proses ini adalah bagaimana peran sutradara sebagai penafsir naskah merealisasikan gagasannya hingga menjadi sebuah tontonan. Mulai dilibatkannya teater kampus dalam kegiatan-kegiatan kesenian NTB merupakan langkah maju untuk memberikan peran lebih bagi kampus untuk kemajuan teater di NTB.

Sutradara Teater Putih FKIP Unram Wawan Irawan kepada suarantb.com  menyambut baik kegiatan tersebut. Menurutnya, ruang ekspresi yang diberikan pihak Taman Budaya Provinsi NTB merupakan  langkah yang sangat baik bagi teater kampus untuk bisa menjadi bagian dari khasanah kebudayaan NTB.

Pasalnya, selama ini, kata Wawan, Taman budaya terkesan kurang membuka ruang bagi Teater Kampus. “Semoga hal-hal seperti sering dilakukan. Kita butuh ruang. Namun tak hanya di sekitar kota aja sih, di desa-desa juga penting. Semoga Disbudpar dan Taman Budaya lebih membuka pintu lagi,” harapnya.

Wawan mengatakan Teater Putih  akan membawakan naskah pengarang besar Rusia Anton Chekop yang dalam versi bahasa Indonesia berjudul Pinangan. Menurut Wawan, dalam konsep garapannya, ia tidak lantas membawakan naskah tersebut pada pola-pola komedi Rusia ala Chekop.

Akan tetapi, ia memilih menerbangkannya ke komedi ala Prancis. Hal tersebut menurut Wawan, selain sebagai sebuah gagasan juga merupakan tawaran lain terhadap bentuk-bentuk pertunjukan teater, khusunya di kalangan mahasiswa di Mataram.

“Kalau dari naskah saduran yang selama ini kan sering disadur ke Jawa. Tapi saya mencoba memainkan Chekopnya langsung. Hanya saja kalau konsep garapan tidak ambil komedinya Chekop tapi lebih ke komedinya Prancis,” ujarnya.

Hal tersebut dilakukan Wawan sebagai studi pemahaman untuk lebih mendekatkan para unsur pendukung pertunjukannya agar lebih dekat pada semangat teater Prancis. Terkait dengan perkembangan teater di NTB, Wawan mengatakan masih jauh tertinggal dari daerah-daerah lain.

Hal tersebut menurutnya sebagai imbas dari kurangnya dukungan semua elemen yang berkepentingan untuk ikut  dalam memajukan teater di NTB. Salah satu indikator yang menurutnya masih lemah dukungan. Karena sebaik apapun karya yang ada, jika apresiasi yang didapat  lemah maka hanya akan berujung pada kesia-siaan.

“Kalau teater okelah kita menyajikan pementasan kan untuk penonton. Penonton kita ini kan masih standar. Ya, masih di jalur realis. Kalau di luar kan sudah banyak itu,” ungkapnya.

Hal lain yang menurutnya penting diperhatikan adalah bagaimana peran dan keikutsertaan pemerintah melalui dinas terkait agar lebih memperhatikan dunia seni. Dinas terkait, menurut Wawan harus lebih banyak memberikan ruang bagi teater Kampus. Hal tersebut merupakan hal yang mutlak dilakukan, agar dinamika teater di NTB semakin terasa. (ast)