TAPD dan Kepala OPD Kurang Cermat, Ditemukan Kesalahan Penganggaran Belanja Daerah Senilai Rp28,4 Miliar

0
H. Lalu Gita Ariadi (Suara NTB/nas)

Mataram (Suara NTB) – Belanja daerah senilai Rp28,4 miliar lebih menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam LKPD Pemprov NTB tahun 2020. BPK menemukan ada kesalahan penganggaran atas belanja daerah tahun 2020 senilai Rp28.439.502.590,00 akibat kekurangcermatan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan juga Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

‘’Ini tak murni kesalahan TAPD. Karena terjadi pada saat pelaksanaan. Padahal penganggaran sudah sesuai,’’ ujar Sekda NTB yang juga Ketua TAPD, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M. Si., didampingi Kepala Bidang Akuntansi BPKAD NTB, Baihaqi, menanggapi kesalahan penganggaran belanja daerah,  ketika dikonfirmasi di Kantor Gubernur, kemarin.

Berdasarkan LHP BPK yang diperoleh Suara NTB, Pemprov NTB dalam dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun 2020 menganggarkan belanja modal senilai Rp686.409.909.450,50 dengan realisasi senilai Rp608.297.481.636,00 atau 88,62%. Serta menganggarkan Belanja Barang dan Jasa senilai Rp1.137.792.752.468,38 dengan realisasi senilai Rp1.080.977.858.050,00 atau 95,01%.

Hasil pemeriksaan dokumen LRA diketahui terdapat kesalahan penganggaran senilai Rp28.439.502.590,00 yaitu Belanja Modal yang dianggarkan pada Belanja Barang dan Jasa, Belanja Barang dan Jasa yang dianggarkan pada Belanja Modal, kesalahan penganggaran antara Belanja Modal Aset Tetap dengan Aset Tetap lainnya. Serta kesalahan penganggaran antar Aset Tetap dalam satu akun Belanja Modal.

Kesalahan penganggaran Belanja Modal yang dianggarkan pada akun Belanja Barang dan Jasa. Dari hasil pemeriksaan dokumen realisasi anggaran diketahui terdapat Belanja Modal yang dianggarkan pada akun Belanja Barang dan Jasa pada 16 OPD senilai Rp13.399.027.771,00.

Atas kesalahan penganggaran tersebut, Pemprov  NTB telah melakukan rekonsiliasi Aset Tetap dan telah mencatat aset hasil pengadaan Belanja Barang dan Jasa tersebut pada Neraca maupun Buku Inventaris (BI)/Kartu Inventaris Barang (KIB) tahun 2020.

Kemudian kesalahan penganggaran Belanja Barang dan Jasa yang dianggarkan pada akun Belanja Modal. Hasil pemeriksaan dokumen realisasi anggaran diketahui terdapat Belanja Barang dan Jasa yang dianggarkan pada akun Belanja Modal yang terjadi di tiga OPD senilai Rp1.040.042.780,00.

Atas kesalahan penganggaran tersebut, Pemprov NTB telah melakukan rekonsiliasi Aset Tetap sehingga atas hasil pengadaan yang tidak dapat dikategorikan sebagai Aset Tetap telah dikurangkan dari pencatatan masing-masing Aset Tetap baik pada Neraca maupun pada BI dan KIB.

Selanjutnya, kesalahan penganggaran Belanja Modal dalam klasifikasi jenis Aset Tetap yang akan dihasilkan. Hasil pemeriksaan atas penganggaran Belanja Modal Aset Tetap diketahui adanya kesalahan penganggaran Belanja Aset Tetap pada 24 OPD senilai Rp14.000.432.039,00 yang tidak sesuai dengan klasifikasi jenis Aset Tetap yang akan dihasilkan.

Atas kesalahan penganggaran tersebut, Pemprov  NTB telah melakukan reklasifikasi terhadap pencatatan aset yang dihasilkan sesuai klasifikasi asetnya. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Anggaran BPKAD yang merupakan anggota TAPD Provinsi NTB diperoleh keterangan bahwa dalam proses penyusunan anggaran sebenarnya telah ada verifikasi dan validasi dari TAPD.

Namun begitu, pada saat pembahasan, TAPD mengalami kesulitan dalam melakukan verifikasi apabila OPD tidak memberikan penjelasan yang lengkap tentang jenis barang apa yang akan dianggarkan.

Kesalahan penganggaran tersebut terjadi karena dalam suatu kegiatan berupa belanja barang ternyata dalam realisasinya terdapat barang yang dapat dikapitalisasi menjadi Aset Tetap atau dalam realisasi Belanja Modal ternyata terdapat barang yang tidak dapat diklasifikasikan dalam Aset Tetap.

Atas kondisi ini, TAPD akan memperbaiki penganggaran untuk periode berikutnya. Kondisi tersebut mengakibatkan Belanja Barang dan Jasa lebih saji dan Belanja Modal kurang saji senilai Rp13.399.027.771,00 dan Belanja Modal lebih saji dan Belanja Barang dan Jasa kurang saji senilai Rp1.040.042.780,00.

BPK mengatakan kondisi tersebut disebabkan oleh TAPD kurang cermat dalam melakukan verifikasi RKA dan DPA/DPPA OPD serta evaluasi terhadap APBD/APBD-P. Kemudian Kepala OPD terkait juga kurang cermat dalam mengusulkan RKA dan DPA/DPPA.

Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur NTB agar memerintahkan TAPD lebih cermat dalam melakukan verifikasi RKA dan DPA/DPPA OPD serta evaluasi terhadap APBD/APBD-P. Kemudian Kepala OPD terkait juga lebih cermat dalam mengusulkan RKA dan DPA/DPPA.

Sekda mengatakan, rata-rata temuan terkait kesalahan penganggaran belanja ini pada belanja Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Misalnya, ada sekolah yang menganggarkan belanja modal untuk beli komputer atau PC. Tetapi dalam pelaksanaannya karena kebutuhan waktu itu untuk pembelajaran online di masa pandemi, ada yang kemudian membeli laptop.

‘’Sama-sama belanja modal, cuma beda rumah. Itu juga dikategorikan salah penganggaran. Tapi tak ada permasalahan yang serius terkait itu. Tinggal pencatatan saja. Tetap kita laporkan,’’ katanya.

Sekda menambahkan belanja yang dilakukan OPD atau sekolah karena faktor situasi dan kebutuhan lapangan. Selain itu, regulasi tentang penggunaan dana BOS yang terlambat turun dari pusat.

‘’Kita sudah cukup selektif pada saat proses penganggaran. Cuma, kebutuhan pada saat pelaksanaan, kadang-kadang teman-teman di sekolah, menyesuaikan dengan kondisi yang dibutuhkan saat itu,’’ tandasnya. (nas)