Pernikahan Anak di Lobar Tertinggi Ketiga di NTB

0
DP2KBP3A Lobar bersama APH mengadakan koordinasi dan kerjasama lintas sektor dalam rangka pencegahan kasus perkawinan usia anak di Lobar.(Suara NTB/ist)

Giri Menang (Suara NTB) – Lombok Barat (Lobar) menjadi penyumbang tertinggi ketiga kasus pernikahan dini di NTB. Karena itu, pihak Pemkab melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) bersama aparat penegak hukum (APH) pun sepakat untuk melakukan penanganan hukum terhadap kasus pernikahan usia anak ini.

Hal ini dibahas pada pertemuan koordinasi dan kerjasama lintas sektor dalam Rangka Pencegahan Kasus Perkawinan Usia Anak yang diadakan di aula kantor DP2KBP3A Lombok Barat pada hari Selasa, 6 Juni 2023.

Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa instansi Pemerintah, Polda NTB, Polres Lombok Barat, Polres Mataram, Kejaksaan Negeri Mataram, Pengadilan Negeri Mataram serta beberapa LSM.

Sekretaris Dinas DP2KBP3A Lombok Barat, Erni Suryana, S.St., MM. dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ke-3 tertinggi di NTB dalam kasus perkawinan usia anak setelah Lombok Timur dan Lombok Tengah. Untuk itu perlu adanya tindakan yang lebih terkoordinir dalam pencegahan kasus ini. “Kita berada di urutan ke-3 dalam kasus perkawinan usia anak di NTB,’’ terangnya.

Sementara itu, Joko Jumadi, Fasilitator Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan berbagai dampak dari perkawinan usia anak yang meliputi segi ekonomi, kesehatan dan lain-lain serta undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang batasan usia sah pernikahan. Pada kesempatan ini juga dijelaskan berbagai faktor penyebab perkawinan anak baik dari faktor anak, faktor orang tua maupun masyarakat. “Banyak dampak dari pernikahan usia anak yang diakibatkan oleh faktor anak, orang tua dan masyarakat,” ungkapnya.

Sedangkan Kepala Bidang di Kantor DP2KBP3A, Mustilkar, SH. menyampaikan bahwa jika ada kasus seperti itu dan tidak bisa dilakukan pencegahan dengan baik, maka pilihan terakhir dari DP2KBP3A adalah akan membawa ke ranah hukum. Hal ini langsung dikonfirmasikan kesiapan dari Pihak Polda, Polres Lobar, Polres Mataram, Kejaksaan Negeri maupun Pengadilan Negeri untuk mendukung langkah tersebut.

Dari pihak penegak hukum kemudian menyanggupi masalah tersebut jika ada laporan dari instansi yang bersangkutan. Untuk itu dari pihak kepolisian meminta supaya UPTD PPPA untuk aktif menyampaikan laporan jika menemukan adanya pernikahan usia anak, sehingga kepolisian bisa segera bertindak. “Kami minta dukungan kepada aparat penegak hukum untuk mendukung program ini,” harapnya.

Pada akhir diskusi tersebut, baik Instansi Pemerintah Daerah, Kepolisian, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri maupun LSM menyepakati perlu adanya Penegakan Hukum Terpadu untuk pencegahan perkawinan usia anak. (her)