Bencana Alam di NTB Rusak 10 Bendungan dan Delapan Jembatan

0

Mataram (Suara NTB) – Bencana alam yang terjadi di NTB periode Januari – Maret 2018, merusak banyak infrastruktur dasar di daerah ini. Dari 61 bencana alam di NTB, telah merusak sedikitnya 10 bendungan, delapan jembatan, sarana irigasi serta ribuan rumah warga.  Bencana alam ini juga menelan tujuh orang meninggal.

‘’Kerusakan bendungan dan irigasi ini tentu saja mempengaruhi pengairan sawah dan kebutuhan air masyarakat,’’ kata Kepala BPBD NTB Ir.H. Mohammad Rum, MT Minggu, 18 Maret 2018. Pihaknya sedang mendata lebih detail kondisi kerusakan bendungan, baik rusak ringan dan berat serta sumber anggaran sebelumnya, apakah dari Balai Wilayah Sungai (BWS) atau PU Pengairan. Ini akan jadi pertimbangan sumber anggaran baru untuk perbaikan.

BPBD mencatat, delapan jembatan rusak ringan hingga berat. Kemudian, 2.290 meter talud rusak ringan hingga sedang. Juga ditemukan 623 meter jaringan irigasi rusak.

Fasilitas umum juga tidak luput dari dampak bencana. Sedikitnya 4 perkantoran rusak ringan, 3 tempat ibadah rusak ringan, 2 puskesmas rusak ringan, dan 15 sekolah rusak ringan. Kemudian bencana banjir pada bulan Januari ini merendam sekitar 367 Ha lahan pertanian.

‘’Bencana banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 36 kejadian, angin puting beliung 14 kejadian, tanah longsor tujuh kejadian, gempa bumi dua kejadian dan konflik sosial dua kejadian. Bencana ini tersebar di 10 Kabupaten/Kota se-NTB,’’ sebut Rum.
Bencana banjir ini tidak lepas dari tingginya curah hujan dalam tiga bulan terakhir. Tercatat Januari 2018 kondisi curah hujan berkisar antara 129 – 790 mm per bulan. Curah hujan teringgi terjadi di Pos Sembalun Kabupaten Lombok Timur yang mencapai 790 mm. Sedangkan curah hujan terendah tercatat di Kecamaan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat.

Dalam hal penanganan bencana khususnya di wilayah NTB, diakuinya masih dirasa kurang maksimal.  Seperti, pos komando tanggap darurat belum berjalan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Lemahnya sumberdaya yang dimiliki oleh kabupaten/kota baik menyangkut peralatan kebencanaan. Juga anggaran dan sumber daya manusia yang berpengalaman dalam kebencanaan.

‘’Lemahnya koordinasi lintas sektoral, serta kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara lingkungan masih rendah,’’ jelasnya.

Fakta lainnya, kerusakan lingkungan dari hulu sampai ke hilir akibat adanya peralihan fungsi lahan dan kurang seriusnya aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum terhadap perambah hutan. Kurangnya sinkronisasi perihal tata ruang antara satu instansi dengan instansi lainnya. Terakhir, masih dirasakan kurangnya mitigasi terkait sosialisasi kebencanaan.

Ditambahkan Rum, penanganan bencana pada sampai pertengahan Maret 2018 ini lebih dominan dilaksanakan oleh BPBD kabupaten dan kota.

Sementara BPBD Provinsi NTB tetap memberikan dukungan berupa peralatan dan kebutuhan logistik yang diperlukan oleh kabupaten/kota. (ars)