Sejumlah Fraksi Kembali Tolak Relokasi RSUD Sumbawa

0

Sumbawa Besar (Suara NTB) – Pada prinsipnya, semua Fraksi di DPRD Sumbawa sepakat dengan rencana relokasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Hanya lokasi pembangunan RSUD di BBU Sering itulah yang kemudian memunculkan penolakan sejumlah fraksi. Dengan sejumlah alasan yang kembali digulirkan dalam Paripurna lanjutan pembahasan APBD Perubahan.

Demikian disampaikan juru bicara Fraksi Hanura, Akhmad Junaidi, yang menyetujui relokasi RSUD, selama itu tidak direlokasikan ke Balai Benih Utama (BBU) Sering. Dengan sejumlah pertimbangan, diantaranya, akan berdampak terhadap penggunaan anggaran daerah yang besar. Sebab pemerintah pusat hanya akan memberikan dana bantuan sekitar Rp91 Miliar. Sementara pembangunan rumah sakit tersebut tahun depan membutuhkan anggaran sebesar Rp250 Juta di luar biaya alat kesehatan. Apalagi hasil Veasibility Study (FS) juga  mensyaratkan adanya perubahan ruas  jalan dan ketinggian jalan Sultan Kaharuddin. Adanya pembangunan drainase untuk menghindari genangan air.

Kemudian, dengan adanya tanah urugan sesuai dengan tekstur tanahnya sekitar ketinggian 1 meter atau ada yang diatas 1 meter, tentu akan berdampak bagi sawah-sawah di belakang areal tersebut dan jalan raya yang belum memiliki anggaran untuk ditinggikan. Mengingat proses urugan adalah langkah pertama yang ingin dilakukan dalam program kegiatan fisik tersebut. Dan momen pelaksanaannya di musim hujan, maka tentu akan menimbulkan dampak langsung bagi daerah sekitarnya. “Meski kita belum memiliki rencana detail tentang tata ruang, tapi kita juga harus menghargai Perda No. 10 tentang RTRW yang menyatakan lokasi tersebut adalah lokasi lahan pertanian,” terangnya.

Dengan pembangunan rumah sakit di tanah sawah pemerintah seluas 7 hektar are dan lebih kurang 1 hektar are bangunan dan pekarangan BBU, tentu ini akan berdampak bagi sawah-sawah di belakangnya yaitu menjadi tempat genangan air. Hal ini bisa dipastikan akan berpengaruh bagi hasil panen musim tahun depan. hal ini mengingat kita hanya berfikir saat ini untuk urugan, tapi belum memiliki kepastian anggaran untuk pembangunan ikutan di luar fisik teknis rumah sakitnya. “Selain itu, pemerintah daerah sampai saat ini tidak bisa menggambarkan bagaimana skenario pembiayaan diluar bantuan kementerian. Mengingat tahun depan tidak ada jaminan anggaran kita cukup untuk menunjang pembangunan tersebut,”terang Junaidi.

Hal senada juga disampaikan Fraksi Bintang Keadilan, melalui juru bicaranya, Salamuddin Maula, yang perlu memberikan pertimbangan terkait rencana relokasi RSUD yang direncanakan ke BBU Sering. Dengan beberapa pertimbangan seperti dari segi dampak lingkungan, yakni banjir. Dimana daerah Sering dan daerah persawahan di seputaran Genang Genis setiap tahunnya sudah menjadi langganan banjir. Baik kiriman dari air kali Kerekeh melalui saluran irigasi, air limpahan dari gunung dan air kiriman melalui sungai yang ada di sekitaran sering. Genangan air tersebut menggenangi seluruh area sawah BBU dan sekitarnya termasuk rumah penduduk.

Dari segi pencemaran lingkungan, berdasarkan dokumen FS ketinggian tanah urug sekitar empat meter di dalam luas lahan delapan hektar lokasi BBU tersebut. Ini sangat berhubungan dengan kondisi dan struktur tanah di wilayah yang akan berdampak langsung dengan lingkungan masyarakat sekitar. Yakni, kedalam sumur penduduk di BBU berkisar di kedalaman 2-4 meter dan sangat bergantung kepada air sawah di sekitarnya. Di tambah lagi dengan ketinggian tanah urug dan tembok keliling nantinya, maka potensi lebih besar adalah tergenangnya rumah penduduk di sekitar rencana rsud tersebut. Dan air sumur akan berpengaruh terhadap rembesan limbah.

Selain itu, fungsi BBU sangat berperan aktif terhadap keberlangsungan petani yang ada di Sumbawa. Selain itu juga balai benih adalah sebagai laboratorium untuk menguji bibit bibit sebelum di lakukan penanaman. Jika balai benih di pindahkan, maka haruslah sama kriterianya dengan melihat syarat syarat  BBU. Jika BBU direlokasi akibat dari pembangunan rumah sakit, maka berdasarkan peraturan yang ada, wajib diganti dengan dua kali lipat luas lahan dari yang sekarang delapan hektar dan wajib memperhatikan syarat syarat sebagai balai benih, dan untuk penggantinya tetap akan menggunakan anggaran APBD. (arn)