Sumbawa Besar (Suara NTB) – Sedikitnya 13 perusahaan pemegang izin prinsip di Sumbawa belum pernah menyerahkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) kepada Pemkab sampai dengan Desember 2016. Kepada mereka diberikan surat teguran dan terancam dicabut izin prinsipnya.
Kepada Suara NTB, Sabtu, 1 Maret 2017, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Sumbawa, H. Syahril S.Pd, M.Pd, mengungkapkan hal tersebut.
Berdasarkan evaluasi terhadap semua perusahaan pemegang izin penanaman modal dalam negeri (PMDN), tercatat 13 perusahaan belum pernah menyampaikan LKPM, di antaranya, A.M. Imran (home stay), Nurdiana (real estate), PT. Kirana Citra Persada Nusantara (Peternakan Sapi, kerbau dan ekstraksi garam), PT. Lalu Rangga Fatria Hesa (home stay), John Eric Kamadjaja (hotel bintang empat), Adi Haliem sawah hospital hotel (hotel bintang tiga), John Eric Kamadjaja (hotel bintang tiga), PT. Mitra Maras Sejahtera (hotel bintang tiga), Didik Giantono, Pasific Hotel (hotel bintang dua), PT. Royalindo Expoduta (hotel bintang 3), I. Made Ramlie Suandha, Scallywags Resort (hotel bintang satu), Edmil Nurjamil, Cahaya Wisata Hotel (hotel bintang satu).
Hal ini turut menyebabkan serapan investasi menjadi rendah. Bayangkan dari laporan LKPM, tercatat realisasi investasi periode Januari-Desember 2016, hanya sebesar Rp 5,1 Milliar. Dari rencana investasi pada tahun bersangkutan mencapai Rp 1,4 Triliun lebih. Sementara pada 2015, realisasi investasi bisa mencapai Rp 408,8 miliar dari rencana investasi sebesar Rp 1,7 triliun.
Untuk itu, pihaknya segera mengirimkan surat teguran kepada perusahaan yang belum pernah menyerahkan LKPM dimaksud. Sesuai ketentuan UU yang berlaku. Bentuk langlah konkret DPM PTSP berupa pengendalian terhadap perusahaan pemegang izin prinsip yang belum menyerahkan LKPM. Dua kali surat teguran dilayangkan, baru kemudian dievaluasi kembali untuk mempertimbangkan mencabut izin prinsipnya.
“Kita kasih surat teguran dulu selama dua kali. Kalau tidak digburis juga, maka kita evaluasi terakhir dan bisa saja mencabut izin mereka,” cetus H. Syahril.
Menurut H. Syahril, LKPM ini sangat penting dalam upaya pemerintah mengetahui aktivitas kegiatan usaha perusahaan. Terhadap pengendalian dampak investasi, baik itu dampak ekonomi, lingkungan yang ditimbulkan. Sekaligus memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap investasi yang masuk ke daerah. Mestinya LKPM ini disampaikan per triwulan sebelum melaksanakan kegiatan. Saat kegiatan usaha dilakukan, maka LKPM disampaikan minimal enam bulan sekali. (arn)