Sindikat Agensi Bermodal Besar, Polda NTB Tangkap Dua Anggota Jaringan TPPO Turki

0
Dirreskrimum Polda NTB Hari Brata didampingi Kabid Humas Polda NTB Artanto dan Kasubdit IV Renakta Ni Made Pujewati, Selasa, 23 Februari 2021 menunjukkan tersangka dan barang bukti kasus TPPO Turki.(Suara NTB/why)

Mataram (Suara NTB) – Jaringan agensi perdagangan orang lintasnegara punya modal besar. Mereka membiayai perekrutan sampai pengiriman korban. Jaminan keuntungan berlipat ganda membuat bisnis haram ini tetap langgeng. Polda NTB mengungkap sindikat perdagangan orang tujuan Turki. Afiliasinya diduga melibatkan agensi di negara lain yang rela menggelontorkan uang besar. Sindikat ini lalu membentuk kaki tangan sampai ke NTB.

“Karena setiap satu orang yang berhasil direkrut, mereka dikasih Rp120 juta,” ungkap Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Hari Brata Selasa, 23 Februari 2021 didampingi Kabid Humas Kombes Pol Artanto dan Kasubdit IV Renakta AKBP Ni Made Pujewati. Warga Suralaga, Lombok Timur NHL alias NR (29) diduga menjadi korban perdagangan orang. Wanita ini diberangkatkan bekerja ke Turki dengan iming-iming gaji Rp4 juta per bulan. “Bekerja sebagai asisten rumah tangga,” kata Hari.

Perekrutnya, AB alias GM (41) menemui NR pada Oktober 2018 silam. AB warga Anjani, Suralaga, Lombok Timur ini merupakan orang suruhan sponsor berinisial KMR –kini masih buron. “Ditawarkan kepada korban untuk bekerja di Abu Dhabi,” sebut Hari. Selain gaji tinggi dan pemberangkatan tanpa biaya, AB juga mengimingi uang saku sebesar Rp2,5 juta kepada korban. AB juga yang menguruskan biaya pemeriksaan kesehatan dan pengurusan paspor di Mataram.

Tugas AB sebagai perekrut lokal selesai. korban lalu diserahkan kepada tersangka HR alias HS (44), warga Ciracas, Jakarta Timur, DKI Jakarta. “Peran tersangka HS adalah menampung dan memberangkatkan korban,” jelasnya. Tapi janji tinggallah janji. Korban bukannya berangkat ke Abu Dhabi. Namun diselundupkan ke Turki. Modusnya, korban dimasukkan ke negara lain untuk bekerja tetapi menggunakan visa wisata.

“Korban ini diberangkatkan secara perorangan. Modusnya memang begitu. Mereka diberangkatkan seolah-seolah hanya kunjungan ke negara tujuan,” sebut Hari. Nasib naas NR dimulai sejak hari pertama menginjak Turki. Dia ditampung bersama pekerja migran gelap lainnya dalam sebuah ruangan kecil. Makan dan minum hanya sekali sehari. Paspornya juga ditahan agensi.

Korban NR kemudian diserahkan kepada majikan. Korban hanya bertahan sampai dua tahun. Korban kerap mendapat makian saat bekerja. Gaji yang dijanjikan Rp4,2 juta per bulan tapi yang diterimanya hanya setengahnya. Korban tidak tahan dengan tekanan psikis sehingga memutuskan kabur ke KBRI di Ankara pada 21 Desember 2020 lalu. Korban lalu dipulangkan kembali ke rumahnya Januari lalu.

Hari menjelaskan, tersangka AB mengaku sudah memberangkatkan tiga PMI ke luar negeri. Dia mendapat ongkos rekrut Rp14 juta. “Saya dapat sisanya itu Rp1,45 juta. Itu setelah dikurangi biaya urus paspor, tiket, uang saku,” kata AB menjawab interogasi. Lain hal dengan tersangka HS. Pria berambut pirang ini mendapat jatah lebih besar, Rp20 juta untuk setiap rekrutan yang sukses diberangkatkan. “Sudah tiga kali. Ada yang dari Serang (Banten), tapi dari NTB yang paling banyak,” ucapnya.

Hari menambahkan, TPPO merupakan prioritas penanganan kasus sebab ini kejahatan transnasional dan melibatkan jaringan besar. “Tapi mereka ini sistemnya terputus. Betul ini sindikat, mereka merekrut anak buah untuk mencari korban di wilayah-wilayah,” terangnya. (why)