Sidang Kurniadie, Ide Suap dari Dua Bule Wyndham Sundancer

0
Jaksa penuntut umum KPK menunjukkan bukti salinan percakapan negosiasi suap lewat secarik kertas antara Liliana Hidayat dengan Yusriansyah Fajrin, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu, 30 Oktober 2019. (Suara NTB/why)

Mataram (Suara NTB) – Dua WNA yang ikut bekerja untuk Wyndham Sundancer Lombok Resort, Manikam Katheerasan dan Geoffrey William Bower sudah bersantai di negerinya masing-masing. Niat mereka memberi uang kepada mantan Kepala Imigrasi Mataram, Kurniadie sukses. Sampai saat ini pun KPK belum bisa memeriksa mereka. Jaksa penuntut umum KPK Lie Putrawan menghadirkan enam saksi dalam sidang, Rabu, 30 Oktober 2019 kemarin di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram.

Para saksi itu antara lain, Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia Liliana Hidayat; pengacara Dr Ainudin; ajudan Liliana, Komang Juliantara; pegawai pemasaran BNI Kebon Roek Ampenan Citra; dan mantan manajer Wyndham Sundancer Joko Haryono. Liliana dapat giliran pertama dicecar pertanyaan. Dia menjelaskan kedatangan Manikam dari Singapura, dan Geoffrey dari Australia berkenaan dengan menurunnya omzet Wyndham Sundancer.

Dua WNA itu datang sejak Agustus dan Oktober 2018. Selama itu mereka memakai bebas visa. Sampai kemudian tercium Imigrasi Mataram. Paspor mereka ditahan. “Dua WNA itu tetap datang sampai Imigrasi datang pada 1 Mei pertanyakan paspor mereka,” beber Liliana. Mereka mulai diperiksa penyidik Inteldakim bawahan mantan Kasi Inteldakim, yakni terdakwa Yusriansyah Fajrin pada 3 Mei 2019.

Sempat hendak ditahan, namun Manikam dan Geoffrey bisa berkilah. Dua orang yang punya relasi jabatan di PT WBI ini lalu menunjuk Ainudin menjadi pengacaranya. Itu atas arahan dari Joko yang punya kenalan di Dinas Pariwisata Provinsi NTB. Kasus berlarut membuat Manikam dan Geoffrey semakin gerah. Menghadapi itu Liliana bersama Manikam, Geoffrey, Joko Haryono, Ainudin, dan pengacara Liliana, Antonius Zaremba berembuk.

“Its not about law, It’s about money. Ini soal uang,” ungkap Joko menirukan ucapan Manikam. Hal itu pun dibenarkan Ainudin. Manikam pun menghendaki pemberian uang sebagai pelicin. Dua WNA itu tahu kemungkinan terburuknya kalau proses hukum berlanjut. Penahanan dan lanjut ke persidangan. Ainudin, Joko, dan Manikam berdebat panjang. “Manikam dan Jef (Geoffrey) makin marah dan minta apakah ada cara bayar denda,” imbuh Liliana.

Liliana yang dihukum penjara 1 tahun 8 bulan ini pun menambahkan, bahwa Ainudin memutar rekaman pembicaraan. Yakni antara Ainudin dengan Rachmat Gunawan, Kasi Statuskim Imigrasi Mataram. “Isinya ini berapa? 300 ya 100, 100, 100. Rachmat bilang bayarkan saja sesuai dendanya,” setelah itu tidak ada pembicaraan lagi. Sepulang dari pertemuan Ainudin menelepon lagi.

“Kata Pak Doktor, berapa ibu berani bayar saya? Saya bilang, berapa minta tambahan fee biar saya sampaikan ke dua WNA ini,” ucap Liliana. Setelah itu telepon mati karena gangguan sinyal. Kemudian Liliana menemui Ainudin dan Antonius. Mereka berbicara dengan disaksikan ajudan Juliantara. Duo pengacara itu sampai tiga kali berbicara pertanda menegaskan.

“Mereka (Ainudin dan Antonius) komitmen selesaikan lewat jalur hukum saja, kalau yang itu mereka mau backup asal penyelesaian lewat jalur hukum,” ungkap Liliana. Sementara Ainudin menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah menyarankan pemberian uang. Dia berkeras untuk melawan sangkaan terhadap dua kliennya, Manikam dan Geoffrey.

“Saya tetap berpegang teguh pada keilmuan saya menggunakan cara-cara yang diatur perundang-undangan. Tetapi mereka menolak dan akhirnya mengambil jalan sendiri,” ujarnya. Ainudin pun membantah dirinya membuka negosiasi. Dia menjelaskan peristiwa pada 16 Mei saat mendampingi kliennya dalam pemeriksaan di Kantor Imigrasi Mataram. Di ruang Inteldakim, Ainudin dan rekan pengacara lainnya, Antonius Zaremba, Burhanudin, Rando Purba, dan Liliana.

Liliana sebelumnya menyebut Ainudin menyebut angka untuk penyelesaian kasus. Namun Ainudin menganggap Liliana salah tanggap. Nominal itu tidak berkaitan dengan upaya menghentikan kasus dengan cara menyuap. “Yang katanya Rp300 juta itu untuk lawyer’s fee karena kasus itu akan kita dampingi sampai pengadilan. Fee itu juga dibagi dua dengan Pak Anton,” terangnya.

Saat menemui Kurniadie pun, sambung dia, prinsipnya tetap sama. Kurniadie sepengetahuannya akan menaikkan kasus itu ke tahap penyidikan karena alat bukti untuk tindak pidana keimigrasian sudah lengkap. “Itu pun saya tanggapi  dengan saya bakal fight di pengadilan. Kita pada waktu itu juga punya bukti-bukti bahwa ada langkah dalam penyidikannya yang janggal,” terangnya.

Negosisasi Liliana, Kurniadie, dan Yusri

Liliana mencari cara agar bisa menemui Kurniadie. baik itu lewat Wakil Bupati Lombok Barat, sampai Karoops Polda NTB, dan Kapolres Mataram. Hal itu semakin membuat Kurniadie gerah. “Kalau mau deportasi bilang dulu sama Yuri (Yusriansyah Fajrin). Saya temui. Saya mohon agar ini diselesaikan dengan baik,” ungkapnya. Gayung bersambut. Sampai pada pemeriksaan tanggal 16 Mei. Negosiasi mulai dibuka. Sementara Ainudin memilih angkat kaki dari pendampingan.

Liliana diminta menuliskan angka suap di secarik kertas yang disodorkan Yusri di sela pemeriksaan. awalnya ditulis angka 350 yang berarti Rp350 juta. Tanggal 23 Mei akhirnya baru ada jawaban. Komunikasi lewat kertas itu berlanjut. Manikam menyuruh Liliana memberikan Rp545 juta ditambah layanan hotel gratis. “Saya sampaikan ke Yuri, Yuri bilang ini sudah perintah kepala kantor, lalu dia tulis 500×3,” beber Liliana.

Liliana mengaku perusahaannya punya uang sejumlah itu. Namun, hendak dipakai untuk membangun vila berkolam renang sebanyak enam unit. “Manikam serahkan keputusan kepada saya, karena saya direkturnya,” bebernya. Liliana mencoba menawar dengan menulis lagi 500×2. “Lalu Yuri bilang kepala kantor ini sudah final 1,2. Iya itu maksudnya Rp1,2 miliar,” ujarnya. Liliana lalu keluar ruangan dan mengangguk tanda setuju. “Yuri bilang, setornya di kantor Imigrasi saja karena itu tempat paling aman,” imbuhnya.

Yuri pun memastikan Manikam dan Geoffrey hanya akan dideportasi dengan bayaran Rp1,2 miliar tersebut. Penyetoran itu pun terlaksana pada 24 Mei sebesar Rp1,198 miliar. Sisanya, Rp2 juta dibayar menyusul di Bandara Internasional Lombok, Praya, Lombok Tengah. Setoran terakhir itu setelah Manikam dan Geoffrey melenggang pulang. (why)