Satgas Dibentuk, Kejanggalan Penjualan 17 Titik Aset di Mataram Kembali Diungkit

0
Tim Pemda Lobar menertibkan aset di Kota Mataram. (Suara NTB/her)

Giri Menang (Suara NTB) – Penjualan 17 titik aset daerah Lombok Barat di Kota Mataram yang berlangsung beberapa tahun lalu kembali diungkit. Pasalnya, sampai saat ini penjualan aset masih menyisakan tanda tanya besar bagi kalangan Pemkab Lobar karena dianggap tak wajar. Kejanggalan penjualan aset juga masih menjadi atensi Aparat Penegak Hukum bahkan KPK. Belajar dari hal ini, kedepan pemda tidak akan menjual aset secara paketan, namun titik per titik.

Hal ini ditegaskan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) H Fauzan Husniadi, Jumat, 18 September 2020. Pemda, kata dia, berencana menjual aset daerah di Kota Mataram yang tak produktif. Rencananya, bulan oktober atau November pihaknya akan mengajukan titik-titik aset yang rencananya dijual. Sesui garis pimpinan bahwa penjualan aset dijual titik per titik.

“Bukan lagi grosiran (paketan), karena sampai hari ini yang pernah terjadi (penjualan 17 titik aset di Kota Mataram) menyisakan tanda tanya besar dan menyisakan permasalahan yang masih atensi APH termasuk KPK. Malah ada akan diunkit lagi itu, karena tidak wajar itu pada waktu itu,” tegas dia.

Setahu dia, awalnya aset di Kota yang akan dijual 32 titik. Setelah mengerucut menjadi 28 titik. Lalu mengecurut lagi menjadi 17 titik sejak tahun 2017 lalu. Yang menyisakan tanya, aset ini dijual gelondongan (paketan) dan waktunya juga singkat. Hal ini juga menjadi sorotan DPRD, sehingga banyak yang menanyakan soal keputusan tahun 2011 tersebut. Pihaknya pun bersedia terbuka jika ada pihak APH meminta bantuan data terkait 17 aset tersebut.

Ia menegaskan, pihaknya tidak akan mengulang pola semacam ini dalam rencana penjualan aset ini kedepan. Salah satu keseriusan pemda menyelesaikan permasalahan aset, adalah membentuk Satgas penyelamat aset daerah. Dimana dalam tim satgas ini melibatkan semua institusi APH, baik kepolisian, kejaksaan. Saat ini pihaknya menyusun kelengkapan tim Satgas ini.

“Kami susun satgas ini, kalau tidak aral melintang tahun 2021 tim ini jalan,”tegas dia.

Berdasarkan data yang diperoleh koran ini dari pihak yang terlibat sebagai Panitia Pelelangan Aset Lobar saat itu, penjualan aset di Kota Mataram menyisakan kejanggalan mulai dari proses lelang aset, lantaran dilakukan hanya dalam waktu singkat hanya 4 hari. Disamping legalitasnya, karena diduga melanggar keputusan DPRD nomor 10/KEP./DPRD/2010 tertanggal 17 Mei 2010 tentang persetujuan penjualan Aset Lobar yang bersertifikat yang ada di Kota Mataram.

Diduga, pelelangan ini diwarnai permainan oleh oknum, pihak terkait dan oknum pembeli. Dari data tersebut, dilakukan proses pelelangan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Pelelangan (KPKNL) Mataram sebanyak tiga tahap (tiga paket) pada kurun waktu 2011-2012.

Penjualan aset ini berbekal persetujuan DPRD Lobar tahun 2010 Nomor : 10/KEP./DPRD/2010 tentang Persetujuan Penjualan Aset Lobar yang Bersertifikat di Kota Mataram. Ditambah lagi, terbitnya SK yang dikeluarkan mantan Bupati Lombok Barat untuk menjual aset itu ke Kota Mataram.

Setelah keluarnya persetujuan DPRD dan SK Bupati tersebut, Pemkot Mataram pun gerak cepat melakukan penawaran kepada ketua panitia pelelalangan aset daerah Lombok Barat yang diketuai oleh mantan Sekda Lombok Barat HM. U. Namun, Pemkot Mataram batal membeli aset tersebut karena kemungkinan tidak cukup anggarannya atau pihak pemkot tidak sepakat perihal harganya.

Karena Pemkot Mataram batal membeli aset berupa tanah dan bangunan tersebut, beberapa hari kemudian seorang pengusaha dari Jakarta mempertanyakan perihal pelelangan sejumlah aset tersebut.

Kejanggalan muncul, sebab dalam waktu singkat (selama Empat hari) kemudian tanah aset itu sudah dibeli oleh pengusaha kelas kakap di kota Mataram. Berdasarkan risalah lelang tanggal 29-9-2011 nomor 171/2011 dengan peserta lelang pengusaha tersebut.

17 titik bidang tanah yang dibeli tersebut tersebar di beberapa kecamatan di kota Mataram dengan luas keseluruhan 39.424 meter persegi. Lahan ini dibeli dengan harga sebesar  Rp23.415.000.000.(her)