RPH Banyumulek Nasibmu Kini, Ditinggalkan RNI dan GNE, Nyaris Tak Beroperasi

0
Suasana bagian dalam RPH Banyumulek yang masih terawat dengan baik. (Ekbis NTB/ham)

Rumah Potong Hewan (RPH) milik Pemprov NTB di Desa Lelede, Kecamatan Kediri, Lombok Barat (Lobar) tak beroperasi. RPH yang diharapkan bisa memberikan kontribusi besar bagi pemerintah daerah, selama 2 tahun terakhir sejak diserahkan kembali pada pemerintah daerah ibarat kata pepatah, hidup segan, mati tak mau.

SUASANA sepi saat memasuki kawasan RPH milik Pemprov NTB di Lobar, Kamis, 6 Mei 2021. Di bagian kanan jalan terlihat dua bangunan rumah. Di salah satu bangunan rumah halamannya cukup bersih dan bagian bangunannya masih bagus. Sementara satu bangunan lagi tidak terurus dan tidak ada yang menempati. Bagian langit-langit rumah dari triplek sudah rusak dan halaman ditumbuhi tumbuhan liar.

Tak jauh dari rumah ini, di bagian kanan jalan dari pintu masuk ada bangunan kecil juga dalam kondisi memprihatinkan. Beda halnya dengan kondisi bangunan kantor yang cukup terawat. Di sebelahnya masih terpasang baliho GNE Food yang sebelumnya mengelola RPH. Di jalan beraspal yang ada di depan bangunan seorang wanita sedang menjemur padi yang baru dipanen.

Sementara di bangunan kantor 3 orang staf dari Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) pada Dinas Peternakan dan Kesehatan (Disnakeswan) NTB yang ditugaskan di tempat ini tetap stand by. Ada atau tidak ada kegiatan pemotongan hewan di tempat ini selama hari kerja, mereka harus tetap masuk.

Koordinator Staf, Munawir Haris kemudian mengajak Ekbis NTB melihat kondisi RPH yang ada di depan kantor.  Di luar bangunan RPH, tampak mesin AC buatan lama yang masih terpasang.  Di dinding bangunan RPH ini juga masih terpasang prasasti peresmian RPH tanggal 17 Agustus 2002 lalu oleh Gubernur Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si

Menurut keterangan Munawir Haris, mesin AC yang masih terpasang ini adalah mesin lama saat RPH ini berada di lingkar selatan Kota Mataram dan pindah ke lokasi sekarang tahun 2002. Di beberapa bagian mesin tampak sudah berkarat, sehingga cukup berisiko kalau difungsikan.

Sementara di samping bangunan tampak mesin pendingin (cold storage) yang ada di luar bangunan RPH dengan ukuran yang cukup besar terlihat tak pernah dirawat. Bagian luar mesin pendingin ini terlihat berkarat dan tulisan yang ada tidak bisa dibaca sama sekali.  Namun, di bagian dalam RPH cukup bersih. Lampu-lampu penerang ruangan masih berfungsi.

Begitu juga, fasilitas yang dipergunakan untuk keperluan pemotongan hewan, seperti ruang pelayuan (Chilling Room) dan juga ruang pemuatan (loading) karkas/daging cukup terawat dengan baik. Di lokasi yang tidak jauh dari RPH ada kandang. Biasanya, kalau ada pemotongan sapi, kandang ini dipenuhi sapi hingga kapasitas 100 ekor yang sudah memenuhi katagori layak dipotong siap diolah di RPH. Berjarak sekitar 20 meter dari bangunan RPH, terdapat sumur bor yang dipersiapkan untuk membersihkan sapi dan tempat usai pelaksanaan pemotongan.

Untuk itu, ujar Munawir, dibutuhkan recovery atau perbaikan terhadap fasilitas yang ada di RPH Banyumulek. Dari diskusinya dengan teknisi yang memeriksa langsung kondisi sarana dan prasarana di RPH Banyumulek, dibutuhkan dana Rp60 juta untuk mengoperasikan RPH ini. Artinya, mesin-mesin pendukung di RPH Banyumulek terutama yang sudah tua harus diganti dengan yang baru, sehingga operasional saat pemotongan tidak terkendala.

Selama ini, pemotongan hewan di RPH Banyumulek dilakukan pada momentum Hari Raya Idul Adha. Sebagai contoh, ujarnya, pada Hari Raya Idul Adha tahun 2020 lalu, pihaknya memotong sebanyak 32 ekor sapi dengan biaya per ekor sebesar Rp500.000. Ternak yang dipotong ini merupakan pesanan dari masyarakat yang mempercayai hasil dari keberadaan RPH Banyumulek. Tentunya, sebagai staf yang ditugaskan di RPH Banyumulek ia akan melaksanakan apapun yang menjadi kebijakan pimpinan.

Meski demikian, tambahnya, ada satu hal yang menjadi persoalan yang harus dituntaskan, yakni ada warga yang menanam tanaman di areal kompleks RPH. Dulunya, kata dia, warga ini saat RPH dikelola PT. GNE diizinkan menanam di salah satu lahan di kompleks RPH. Sampai akhirnya, tanaman yang ditanam ini tumbuh subur dan menghasilkan.

‘’Namun, ketika RPH kembali dikelola oleh Disnakeswan warga ini tidak mau pergi dan masih ngotot tetap bertahan. Walau sudah difasilitasi bertemu dengan Bhabinkamtibmas, warga ini masih bertahan,’’ ujarnya, seraya mengharapkan  sejumlah persoalan yang ada di RPH bisa diselesaikan dengan baik.

Sementara Kepala Disnakeswan Provinsi NTB, drh. Khairul Akbar yang belum lama ini dilantik oleh Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, menegaskan, salah satu program yang diusungnya adalah menghidupkan kembali RPH Banyumulek dalam mengakselerasikan program industrialisasi.

Dalam setiap pertemuan, RPH Banyumulek gencar ditawarkan agar investor bisa mengelola RPH ini. Beberapa pihak pun, katanya, sudah mengecek. Di antaranya pengusaha swasta dari Jakarta. Lalu ada juga dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang berencana mengoperasikan dan memotong dua ekor sehari. Selanjutnya ditingkatkan, tergantung perkembangan.

“Tapi belum juga sampai sekarang. Kalau GNE sudah mengundurkan diri. Sampai sekarang tidak ada konfirmasi kalau mau kelola RPH Banyumulek,”  terangnya.

Meski demikian, ujarnya, salah satu pengusaha dari Bima siap mengelola RPH Banyumulek. Pengusaha ini  bekerjasama dengan mitranya dari Jakarta, Bogor, Bandung. Tinggal mengerucut pada kerjasama antara pihak yang dimaksud dengan Pemprov NTB. “Yang sudah fix ini namanya Ir. Khairil. Dalam kontrak kerjasama nanti, kita pastikan apakah service dan perbaikan alat-alatnya biaya mereka sendiri. Atau bagaimana, teknisnya akan disepakati,” imbuhnya.

Dalam mendukung program industrialisasi, RPH Banyumulek ini akan dioptimalkan untuk kegiatan hilirisasi produk peternakan. Apakah dalam bentuk daging kemasan, daging beku, atau daging siap konsumsi. “Karena Pak Gubernur inginnya NTB tidak lagi menjual sapi hidup. Tapi sudah dalam bentuk produk turunan sapi potong,’’ demikian Khairul Akbar.

Untuk diketahui, dalam sejarah operasionalnya, RPH Banyumulek sempat dikelola oleh salah satu BUMN, yaitu Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Namun pengelolaan oleh PT. RNI tak lama. Kemudian dikelola lagi oleh PT. Gerbang NTB Emas (GNE), BUMD NTB. Lagi-lagi pengelolaan oleh PT. GNE juga tak lama.

Selain itu, RPH Banyumulek sudah memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Sertifikat Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan (NKV) merupakan salah satu jaminan untuk penyediaan produk asal hewan yang ASUH. Sertifikasi NKV merupakan kegiatan penilaian pemenuhan persyaratan kelayakan dasar sistem jaminan keamanan pangan dalam aspek higiene-sanitasi pada unit usaha pangan asal hewan yang diterbitkan oleh instansi berwenang di Bidang Kesmavet.  (ham/bul)