Restoran Apung Ekas, Wisata Kuliner “Seafood” di Atas Laut Efektif Tekan “Destructive Fishing”

0

Resto Apung Ekas Adventurer di Teluk Ekas, Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur mulai dikenal. Sudah beberapa tahun terakhir eksis sebagai restoran terapung yang menyediakan aneka makanan laut (seafood). Unggulannya adalah lobster. Teluk Ekas sekarang ramai pengunjung. Tujuannya,  menikmati menu berbahan dasar hasil sumber daya laut.

Selain menikmati sensasi makan di atas laut, digoyang ombak. Mantan Menteri Kelautan Perikanan, Edhy Prabowo pernah mengunjungi restoran apung ini tak lama setelah dilantik Presiden Jokowi. Mengunjungi Teluk Ekas seperti menjemput ketenangan. Pantai berwana biru, jernih di atasnya ada hamparan keramba jaring apung milik masyarakat yang membudidayakan lobster. Diapit bebukitan, saat hujan terlihat menghijau.

Rute ke restoran apung tak sulit. Cukup mengikuti petunjuk menuju Ekas. Jalan ke sana juga mulus. Pun menyeberang ke restoran apungnya sudah ada taksi laut, perahu-perahu nelayan yang siap mengantar jemput pengunjung. Ongkosnya juga murah. Sudah termasuk dalam harga paket menu. Penyeberangan hanya sekitar 5 menit sampai 10 menit. Restoran apung ini kini sudah menjadi tempat favorit pejabat. Karena bisa dijadikan tempat pertemuan.

Ada beberapa pilihan tempat makan dan bersantai. Dari yang menggunakan gazebo atau lesehan. Tempat duduknya juga ada pilihan. Menggunakan meja makan biasa beralas duduk yang empuk. Atau menggunakan tempat makan menggunakan tempat duduk bingbong. Ada juga tempat duduk gantung sebagai spot foto. Pengunjung juga disediakan tempat duduk di lantai dua. Konstruksinya menggunakan kayu. Dari lantai dua, selain menikmati menu-menunya, pengunjung bisa melihat hamparan perairan yang biru.

Resto apung ini dirakit di atas pondasi drum plastik yang diatur sedemikian rupa. Dari dasar laut diikat, sehingga tak hanyut terbawa arus. “Perhitungan teknis konstruksinya dirancang oleh ahlinya,” kata Yuli Ekawati, owner restoran apung satu-satunya di NTB ini. Tidak mudah membangun resto apung ini. Ditengah cibiran masyarakat yang pesimis melihatnya, biayanya juga tinggi, sampai Rp3 miliar untuk kondisinya yang sekarang. Mampu menampung 300an pengunjung secara bersamaan.

Menikmati menu laut di restoran apung Teluk Ekas adalah menikmati sisi yang berbeda. Sambil makan, pengunjung akan tetap digoyang ombak. Namun goyangannya tak terlalu kuat. Tiupan angin sepoi-sepoinya membuai siapa saja yang datang. Yuli mengatakan, restoran apung ini sudah mendapat rekomendasi Pemprov NTB seluas 100 hektar. Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah juga antusias mendukung keberadaan restoran apung ini sebagai salah satu investasi masyarakat lokal.

Teluk Ekas sedang dipersiapkan sebagai alternatif tempat wisata kuliner laut bagi wisatawan yang berkunjung ke KEK Mandalika nantinya. Apalagi untuk penyelenggaraan MotoGP nanti. Teluk Ekas sedang berbenah. Yuli menambahkan, di bawah laut sudah dibuat taman-taman wisata bagi pengunjung yang ingin snorkeling (menyelam di permukaan) dan diving (menyelam dengan peralatan selam).

Sebelumnya adalah karang hancur akibat penangkapan ikan dengan menggunakan cara-cara terlarang, mengebom dan menggunakan potasium. Pengunjung juga bisa bermain kano. Selain itu, ada edukasi untuk budidaya laut. Seperti mutiara dan bulu babi. Pengunjung bisa memanen sendiri sepat mutiara bagi yang ingin berbelanja mutiara asli laut selatan. Restoran apung miliknya ini belakangan selalu ramai dikunjugi wisatawan.

Rata-rata adalah wisatawan lokal yang mencari menu andalan lobster. Atau rumput laut. Pengunjungnya bisa mencapai 2 ribu orang sehari untuk akhir pekan. Karena itu, di saat ramai, waktu pengunjung diatur agar bisa silih berganti dengan pengunjung lainnya. Beberapa menu yang disiapkan di antaranya ikan bakar, lobster bakar, kepiting dan rajungan, cumi-cumi, udang dan gurita. Harganya bersahabat. “Ada juga bulu babi bagi yang mau memesan. Bulu babi khasiatnya sangat baik untuk kesehatan,” ujarnya.

Semua jenis menu ini diambil dari hasil budidaya nelayan setempat. Restoran apung ini menjadi alternatif pemasaran hasil budidaya laut nelayan setempat. Pembudidaya tak lagi terlalu tergiur untuk menjual ke pengekspor. Karena ditingkat lokal, harganya juga tak kalah saing. Daya beli masyarakat lokal juga mendukung. “Kita mau budidaya lobster Indonesia itu ada di sini. Ngapain kita capek-capek ekspor. Ribet dan ketat. Pasar lokal saja kebutuhannya besar. Per Desember 2020 saja stok lobster kita sudah habis. Kalau tidak diatur usia budidayanya, tidak bisa dijual tiap hari,” kata Sekjen Himpunan Pengusaha Ikan Indonesia (Hipilindo) ini.

Hanya saja, PR-nya adalah terus mengedukasi masyarakat agar Ekas benar-benar siap menjadi desa wisata. “Saya berharap masyarakat lainnya, atau investor lokal bisa membuat restoran apung juga. Sehingga saat KEK Mandalika bergerak nanti, kita benar-benar sudah siap sebagai penyangganya. Dampak ekonominya akan sangat besar bagi kesejahteraan dan ekonomi kerakyatan,” demikian Yuli. (bul)