Rekanan Pengadaan Alat Peraga SMK Didenda

0

Mataram (Suara NTB) – Sejumlah rekanan pemenang lelang pada proyek alat peraga SMK se NTB dijatuhi denda. Alasannya 24 paket pengadaan terjadi keterlambatan pengadaan. Hal itu terungkap sesuai hasil klarifikasi Inspektorat  NTB atas pengadaan alat senilai Rp 10 miliar itu.

‘’Intinya klarifikasi kita sudah tuntas. Kita juga sudah memastikan denda keterlambatan dari rekanan sudah terbayarkan,’’ kata Inspektur Inspektorat NTB, Ibnu Salim, SH.,M.Si kepada Suara NTB , Senin, 23 April 2018.

Pihaknya melakukan klarifikasi ke PPK Dikbud Provinsi NTB atas pelaksanaan kegiatan ini untuk memastikan pencegahan kerugian negara. Untungnya, kata dia, belum dilakukan pembayaran atas rekanan, namun uang jaminan sudah masuk ke bank garansi.

‘’Sejauh ini tidak ada kerugian negara, karena belum ada pembayaran kepada rekanan. Pembayaran akan dilakukan setelah pelaksanaan pekerjaan sesuai kontrak sudah dipenuhi. Tapi sekarang kan mereka (rekanan) sedang menyelesaikan denda keterlambatan itu,’’ jelasnya.

Ibnu Salim  menginformasikan, klarifikasi atas pelaksanaan kegiatan ini sudah tuntas dilakukan tim Irbansus. Tinggal mengamati proses penyelesaian denda oleh rekanan. Karena sesuai Perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya, bahwa  denda keterlambatan dibayarkan selama 50 hari masa kesempatan diberikan ketika rekanan tidak bisa memenuhi kewajiban sesuai kontrak.

Diketahui, untuk pengadaan alat peraga SMK se NTB ini, dari 26 paket pekerjaan hanya 14 paket yang tidak dikenakan denda kepada rekanan karena suplai barang tepat waktu ke sekolah sekolah.

Ibnu Salim juga memastikan jaminan tidak akan timbul kerugian negara karena TP4D Kejaksaan juga turun melakukan pendampingan. ‘’TP4D juga mengeluarkan rekomendasi denda kepada rekanan,’’ jelasnya.

 Sementara sesuai hasil klarifikasi tim audit dari Irbansus Inspektorat memang ditemukan beberapa item keterlambatan alat peraga. Laporan yang disampaikan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sebagian sama yang ditemukan tim saat klarifikasi.

‘’Hasil klarifikasi  intinya  di sana barang-barang disampaikan itu ada keterlamatan, sesuai dengan laporan MAKI. Tapi untuk garansi bukan tidak ada, setelah kami klarifikasi, surat garansinya ada,’’  jelas Irbansus GP. Aryadi menambahkan.

Menegaskan penjelasan Inspektur bahwa denda keterlambatan memang sedang dalam proses pembayaran, sejalan dengan penyelesaian kewajiban oleh rekanan. Namun di sisi lain rekanan melakukan pekerjaan di luar kewajibannya dalam kontrak. Misalnya, mendistribusikan  barang langsung ke sekolah-sekolah. Sementara dalam kontrak, barang-barang itu seharusnya diserahkan ke ke Dikbud, baru kemudian diteruskan ke sekolah sekolah. ‘’Artinya rekanan sudah membantu Dikbud untuk mendistribusikan barangnya, padahal itu bukan kewajibannya,’’ kata Aryadi.

Mengenai pelaksanaan denda, juga diyakinkannya sudah kooperatif dilakukan rekanan. Denda selama 50 hari kerja dengan membayar Rp 1000 per mil per hari, dihitung berdasarkan rumusan nilai kontrak per paket barang yang terlambat.

Salah satu denda dijatuhkan kepada rekanan pengadaan kapal yang diterima SMK 1 Gerung Lombok Barat. Nilai pengadaan mencapai Rp 5 miliar dan denda maksimal sudah dijatuhkan.

Soal ada barang bekas yang dilaporkan MAKI NTB, hasil pemeriksaan pihaknya tidak ditemukan. Memang ada mesin yang diberikan di SMK jurusan otomotif, namun itu dalam bentuk mesin yang rekondisi. ‘’Sebab dipakai untuk bongkar pasang saat praktik, memang seperti itu speknya,’’ jelasnya.

Bagaimana dengan tenaga teknis yang akan mengoperasikan alat peraga di masing masing sekolah? Menurutnya masih jadi tanggung jawab rekanan untuk melatih guru-guru praktik di masing-masing SMK. (ars)