Mataram (Suara NTB) – Kerusakan hutan di Kabupaten Dompu mengundang keprihatinan berbagai pihak. Untuk memulihkan kondisi hutan dan lahan yang sudah gundul, pemuda Dompu yang tergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Islam (IKAPMI) Dompu melakukan penghijauan dengan menanam mangrove dan kelor.
Bahkan, mereka sudah merintis industrialisasi kelor di Dompu. Sekitar 3.000 hektare lahan kritis di Desa Malaju dan Desa Lasi Kecamatan Kilo akan ditanami kelor. Penanaman mangrove dan industrialisasi kelor di Kecamatan Kilo akan dilaksanakan 11-12 Januari 2020 mendatang, yang rencananya akan diresmikan Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE, M.Sc.
Ketua IKAPMI Dompu, Arif Rahman yang dikonfirmasi Suara NTB, Senin, 30 Desember 2019 mengatakan inisiatif penanaman mangrove dan kelor dilatarbelakangi kondisi hutan dan lahan yang sangat kritis di Dompu.
‘’Kalau kita lihat di Pulau Sumbawa khususnya Dompu, gunung-gunung menjadi gundul. Sehingga kami berinisiatif menanam kelor. Supaya menjadi solusi memulihkan kembali hutan yang sudah gundul dan meningkatkan ekonomi masyarakat di sana,’’ katanya.
Arif menjelaskan, alasan dipilihnya kelor sebagai tanaman untuk menghijaukan hutan dan lahan yang sudah rusak di sana. Pertama, kelor merupakan tanaman yang bisa bertahan di daerah kering. Kemudian, biaya perawatannya juga murah, tidak seperti jagung.
Di samping dapat memulihkan kawasan hutan dan lahan yang gundul, tanaman kelor juga mempunyai manfaat ekonomi yang luar biasa. Arif mengatakan masyarakat bisa sejahtera dengan menanam kelor. Karena daunnya dapat dijual dengan harga cukup menjanjikan.
Arif mengatakan, daun kelor sudah diekspor ke sejumlah negara. Dengan menanam kelor, masyarakat nantinya dapat menjual daunnya dan dibeli dengan harga Rp2.000/Kg. “Kita akan tanam di sepanjang pinggir jalan di Kecamatan Kilo. Nanti ada kolaborasi dengan BUMDes dan teman-teman yang bergelut di tanaman kelor dengan masyarakat di sana,” ujarnya.
Ia menyebutkan seluas 3.000 hektare lahan kritis yang akan ditanami kelor di Kecamatan Kilo. Diharapkan Kecamatan Kilo dapat menjadi percontohan untuk pengembangan industrialisasi kelor di NTB. “Sudah ada pengolahan tanaman kelor. Sudah ada mesin, kita olah menjadi teh, sabun, cream wajah dan lain-lain,” jelas Arif.
Arif menyebutkan sudah ada mesin untuk mengolah daun kelor menjadi teh yang dibangun di sana. Mesin tersebut berkapasitas 4.200 sachet per jam. Dalam sehari dapat memproduksi 250 kotak teh celup dan 200 toples teh serbuk per hari. “Kalau ini berhasil, saya yakin tak perlu kita sosialisasikan lagi menanam kelor. Masyarakat akan tanam sendiri. Kita ingin memberikan bukti kepada masyarakat,” katanya.
Sedangkan untuk penanaman mangrove, Arif mengatakan akan dilaksanakan di dua desa. Yakni Desa Malaju dan Desa Lasi Kecamatan Kilo. Sebanyak 10.000 pohon mangrove akan ditanam di pinggir pantai. (nas)