PPKM Darurat, Mobilitas Masyarakat Mataram Menurun

0
Mobilitas masyarakat di Jalan Pejanggik, Kamis, 15 Juli 2021 cukup lengang sejak penerapan PPKM darurat. (Insert) Deretan pedagang di jalan masuk Pasar Induk Mandalika sepi pembeli. Hal ini terjadi juga di pasar Kebon Roek dan pasar tradisional lainnya di Mataram (Suara NTB/bay)

Mataram (Suara NTB) – Dampak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Kota Mataram salah satunya terlihat di beberapa pasar tradisional. Semenjak intensifikasi pembatasan diberlakukan pada 12 Juli lalu, beberapa pasar tradisional di Kota Mataram sepi pembeli.

Salah satu pedagang di Pasar Induk Mandalika Mataram, Cemah menyebut sepinya pembeli memang terjadi sejak PPKM darurat diberlakukan. “Dari Senin kemarin pedagang dan pembeli di sini juga berkurang; yang dari Lombok Timur, yang dari Lombok Utara tidak ada yang berani datang. Jadinya pasar ini sepi,” ujarnya kepada Suara NTB, Kamis, 15 Juli 2021.

– Deretan pedagang di jalan masuk Pasar Induk Mandalika sepi pembeli. Hal ini terjadi
juga di pasar Kebon Roek dan pasar tradisional lainnya di Mataram.

Menurutnya, ketakutan tersebut disebabkan adanya informasi penyekatan di pintu masuk Kota Mataram. Terlebih banyak pedagang di pasar tradisional tersebut tidak memiliki syarat-syarat yang diminta, seperti bukti vaksinasi maupun hasil tes PCR negatif.

“Itu yang bikin orang takut. Sebenarnya, biarkan saja orang kalau mau  ke pasar. Karena di sini kita mencari kehidupan. Sekarang ini justru semakin buruk, tidak ada orang lewat bahkan (untuk berbelanja),” ujar perempuan yang sehari-hari menjual berbagai jenis kacang-kacangan tersebut.

Menurutnya, kondisi tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah. Terutama untuk memastikan penyekatan yang dilakukan tidak membuat macet perputaran ekonomi masyarakat. “Kalau begini terus, semakin mati kita. Hanya orang yang dapat bantuan PKH saja yang bisa makan. Sedangkan yang tidak dapat ya seperti kita ini. Ribut sedikit kita ketakutan,” jelasnya.

Kepala Pasar Mandalika, Ismail membenarkan penurunan jumlah pelanggan dan pedagang terjadi sejak PPKM darurat diterapkan. “Terutama hari Senin kemarin, memang jadi sepi karena banyak pedagang juga tidak datang. Tapi sejak Selasa kemarin kita lihat sudah mulai datang lagi dan jadi normal,” jelasnya.

Di sisi lain, pihaknya terus menyosialisasikan agar pedagang tidak perlu takut dengan pembatasan yang dilakukan pemerintah. Termasuk untuk program-program penanganan Covid-19 yang mungkin menyasar pasar tradisional.

“Semisal ada program vaksinasi massal lagi, pedagang kita minta jangan takut. Datang saja. Justru yang takut-takut ini yang buat sulit. Jadi kalau divaksin, ikut saja. Ini untuk kebaikan bersama,” ujar Ismail. Dengan upaya bersama, dirinya yakin pembatasan yang dilakukan tidak akan mematikan perputaran ekonomi masyarakat.

Kendati demikian, sepinya pasar tidak hanya dirasakan pedagang di Pasar Induk Mandalika. Senen yang sehari-hari berdagang cabai dan bawang merah di Pasar Kebon Roek juga menyampaikan hal serupa. “Sepi sekarang pasar. Dari Senin kemarin sudah,” ujarnya.

Menurut Senen pembatasan yang dilakukan adalah penyebab utamanya sepinya pasar. Mengingat pelanggan di Pasar Kebon Roek sebagian berasal dari Lombok Barat dan kabupaten lainnya. “Mungkin orang takut karena dijaga (penyekatan, Red) itu,” jelasnya.

Wakil Kepala Pasar Kebon Roek, Muhammad Irfan membenarkan hal tersebut. Berdasarkan pantauan pihaknya, pengunjung pasar mengalami penurunan hingga 50 persen sejak Senin (12/7). Dicontohkannya seperti bagian timur pasar yang cukup lengang pada hari pertama PPKM darurat.

“Ibaratnya kita bisa main kejar-kejaran di sini hari Senin kemarin. Benar-benar sepi kemarin itu,” ujarnya. Kendati demikian, pihaknya menyebut situasi yang terjadi terbilang masih kondusif. Terutama jika merujuk pada harga kebutuhan pokok di pasar yang masih stabil.

“Hanya cabai lokal yang naik harganya. Sekitar Rp70 ribu per kilogram. Ini memang terbilang tinggi, tapi selain itu tidak ada. Kalau PPKM barangkali pengaruhnya hanya pasar jadi lebih sepi saja. Misalnya sudah jam 09.00 Wita, yang biasanya sudah ramai sekarang masih agak longgar,” tandas Irfan.

Tidak Diperpanjang

 

Sementara itu, Pemkot Mataram terus mengoptimalkan upaya tracing, testing dan treatment  untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19. Sarana – prasarana penunjang di rumah sakit cukup memadai. Harapannya, PPKM darurat tidak diperpanjang.

Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana menerangkan, meskipun konsekuensinya adalah adanya penambahan kasus signifikan, tetapi kesiapan fasilitas di rumah sakit cukup memadai. Pihaknya telah mengecek kesiapan kamar dan oksigen dipastikan aman.

Upaya dilakukan oleh Pemkot Mataram membuahkan hasil. Angka kesembuhan mencapai 9,1 persen. Walaupun demikian, fatality rate juga perlu ditekan. “Artinya, upaya untuk penanganan kesehatan sudah dilakukan. Kita tidak mungkin serampangan atau asal – asalan menyampaikan data,” kata Mohan, Kamis, 15 Juli 2021.

Data jumlah kasus Covid-19 antara Pemkot Mataram dan Pemprov NTB memicu kontrakdiktif. Walikota mengatakan, telah meminta Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr. H. Usman Hadi dan Asisten I Setda Kota Mataram, Lalu Martawang intens berkoordinasi dengan provinsi untuk memvalidasi data. Tujuannya adalah jangan sampai data terbaru dimiliki Kota Mataram tidak sesuai dengan data provinsi. Perkara statistik atau data ini menjadi rujukan pemerintah pusat untuk mengambil kebijakan politik.

Karena itu, di sisa waktu enam hari penerapan PPKM darurat, pihaknya berupaya menekan tingkat penularan virus corona, sehingga diharapkan PPKM darurat tidak diperpanjang di Kota Mataram. “Harapan kita demikian, supaya PPKM darurat tidak diperpanjang,” harapnya.

Di satu sisi, dampak PPKM darurat berimplikasi terhadap kabupaten lainnya. Mataram sebagai pusat pendidikan, ekonomi dan pemerintahan terlihat sepi. Mobilitas masyarakat yang pada hari sebelumnya tinggi, kini justru menurun. Masyarakat dari luar berpikir datang ke Mataram, apalagi dengan kebijakan penyekatan di pintu masuk. “Saya coba jalan – jalan melihat situasi ternyata sepi sekali. Jalur yang biasanya ramai dengan mobilitas masyarakat justru menurun,” tambahnya.

Dia menyadari PPKM darurat juga berimplikasi terhadap pedagang kaki lima. Sektor informal yang biasa beraktivitas pukul 19.00 Wita merasakan dampaknya. Kebijakan dikeluarkan sebelumnya mentoleransi aktivitas dibatasi sampai 21.00 Wita, karena pertimbangan ekomoni masyarakat kecil. Kebijakan itu rupanya dianggap berpotensi terjadinya penyebaran Covid-19, sehingga kesehatan masyarakat juga perlu dipertimbangkan. “Kita berusaha semaksimal mungkin supaya Mataram bisa turun level,” demikian kata Mohan. (bay/cem).