Mataram (suarantb.com) –
DPRD NTB menyetujui usulan pergantian Ketua DPRD NTB dari H. Umar Said, S.Ag, ke Hj. Baiq Isvie Rupaeda, SH, MH. Keputusan itu diambil lewat paripurna yang penuh interupsi, Senin (20/6). Ditinggalkan sepuluh fraksi yang pernah membelanya, Umar kini tak lagi memiliki perisai untuk menangkal serangan DPD Partai Golkar NTB.
Setelah dilantik sebagai Ketua DPRD NTB pada Kamis, 16 Oktober 2014 lalu, Umar Said tampaknya akan segera meninggalkan posnya sebelum jabatan tersebut genap berusia dua tahun. Umar sesungguhnya bisa saja lengser lebih dini. Sebab, usulan untuk mengganti dirinya dengan Isvie sudah dituangkan dalam surat DPD Partai Golkar NTB nomor 17/GOLKAR-NTB/2016, tertanggal 4 Februari 2016.
Namun, kala itu, dukungan sejumlah fraksi terhadapnya masih sangat kuat. Melalui sikap dan pernyataan politik mereka, fraksi-fraksi membangun semacam benteng psikologis untuk menahan laju keputusan DPD Partai Golkar NTB yang sudah ngebet melengserkan dirinya.
Tapi kemarin, angin berbalik. Seolah dikomando, fraksi-fraksi di DPRD NTB berputar haluan. Dalam paripurna tersebut, terlihat jelas bahwa mereka sudah tidak lagi berada di sisi Umar Said. Umar ditinggalkan para kompatriot yang turut menyangga kekuasaannya di Udayana.
Ketua Fraksi PAN DPRD NTB, Drs. H. Ali Achmad, dalam Rapat Paripurna kemarin mengungkapkan bahwa sikap sepuluh fraksi di DPRD NTB sudah cukup tegas. Mereka tidak lagi menginginkan Umar memimpin lembaga wakil rakyat NTB ini.
Hal ini disampaikan Ali dengan mengutip hasil pertemuan fraksi-fraksi dengan Gubernur NTB belum lama ini. Dalam kesempatan tersebut, Ali menyampaikan pendapat Gubernur NTB yang menganggap Umar sudah tidak lagi memiliki penopang untuk menjalankan roda kepemimpinan DPRD NTB.
“Pak Umar ini sudah tidak ada legitimasi. Pak Umar sudah keropos di Udayana ini, Pak Gubernur (menyampaikan) itu,” teriak Ali.
Karena itulah, Ali Achmad menegaskan sudah seharusnya DPRD NTB mengesahkan surat masuk yang dibacakan oleh Sekretaris DPRD NTB, Mahdi Muhammad, di awal rapat paripurna. Pendapat senada disampaikan sejumlah pimpinan fraksi di DPRD NTB.
Apalagi, sebelum interupsi datang bertubi-tubi, Mori Hanafi yang memimpin rapat paripurna sempat menawarkan persetujuan atas tindaklanjut surat masuk Partai Golkar itu. “Pimpinan menawarkan dulu sekarang ; apakah surat pergantian antar waktu terhadap Ketua DPRD, dari Saudara Umar Said kepada saudari Hj. Baiq Isvie kita tindaklanjuti, setuju?” Pertanyaan itu langsung bersambut kompak dari para anggota DPRD NTB. “Setuju!”
Ketua Fraksi PKS DPRD NTB, Johan Rosihan berpendapat, persetujuan itu melahirkan konsekuensi perlunya tindaklanjut segera. Karena itu, Johan menolak opsi Mori yang ingin membawa kembali persetujuan tersebut untuk terlebih dulu digodok di Badan Musyawarah DPRD NTB.
“Ini adalah paripurna pak, jangan dibawa ke bamus lagi, Bamus itu adalah alat kelengkapan dewan, ini adalah keputusan dewan tertinggi. Paripurna ini sudah selesai, pak. Saran saya pak, skor sidang ini, minta sekwan buat draf keputusan DPRD, bacakan di akhir sidang.”
Pendapat Johan ini juga dikuatkan oleh Drs. Ruslan Turmuzi dan Raden Nuna Abriadi dari Fraksi PDIP. Di awal, Drs. H. Humaidi dari Fraksi Partai Golkar sudah lebih dulu menyuarakan desakan untuk menindaklanjuti surat tersebut.
“Surat dari Partai Golkar sudah lama, bahkan sudah sampai hampir lebih dari tiga bulan. Untuk itu sekarang ini, saat yang tepat saya rasa pimpinan,” ujar Humaidi.
Mengingat banyaknya interupsi yang dilakukan, Mori pun akhirnya menskors rapat paripurna untuk berkonsultasi dengan pimpinan fraksi di DPRD NTB.
Akan tetapi, rapat paripurna yang sedianya akan dibuka kembali pukul 14:00 Wita, terpaksa molor sampai satu jam setengah. Karena pada waktu itu, kehadiran anggota DPRD secara fisik belum memenuhi kourum. Hal tersebut menunjukkan, meskipun pada detik-detik terakhir, proses pengambilan keputusan untuk mendongkel Umar memang berjalan dengan sangat alot.
Namun, pada akhirnya keputusan resmi pun dibacakan. Usai membacakan keputusan tersebut, Mori menjelaskan bahwa pihaknya akan secepat mungkin meneruskan keputusan DPRD itu ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur NTB, untuk segera memproses SK pemberhentian Umar dan mengangkat Isvie sebagai Ketua DPRD yang baru.
“Secara politik, Umar Said sudah selesai sebagai Ketua DPRD NTB, sehingga ia tidak lagi berhak untuk duduk di kursi pimpinan dan memimpin sidang. Akan tetapi secara hukum Pak Umar masih tetap sebagai Ketua DPRD, artinya masih bisa mewakili lembaga dan masih mendapatkan fasilitas sebagai ketua sebelum ada SK pemberhentian dari kementerian dalam negeri,” jelasnya.
Disinggung soal gugatan hukum yang sedang dilayangkan oleh Umar Said, Mori menilai hal itu tidak akan berbenturan dengan keputusan politik di DPRD NTB. Mori menjawab bahwa tidak ada pengaruh apapun atas proses politik di DPRD tersebut dengan proses hukum yang diajukan oleh Umar Said. Karena menurutnya, yang digugat oleh Umar adalah keputusan pemecatannya sebagai anggota DPRD, bukan soal keputusan PAW.
Di tempat terpisah, Ketua DPRD NTB, Umar Said, yang dikonfirmasi terkait dengan keputusan DPRD NTB yang menyetujui usulan Partai Golkar untuk melengserkan dirinya, menolak berkomentar. Bahkan Umar Said lebih memilih menghindar dari wartawan, dan masuk kedalam ruangannya. Umar juga memilih tidak menghadiri rapat paripurna yang sebelumnya mengagendakan penjelasan Gubernur terhadap Raperda Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD 2015. (aan/ndi)