Pilkada, Proyek Pemerintah Diduga Rawan Dipolitisasi

0

Mataram (Suara NTB) – Masyarakat konstruksi hilang harapan mengikuti tender independen proyek pemerintah. Sebab pada musim Pilkada, pelaksanaan proyek-proyekpun diduga telah diatur. Dua tantangan besar yang dihadapi masyarakat konstruksi. Diantaranya, pelaksanaan proyek pemerintah yang diduga tak independen.

Selain itu, pemerintah melakukan pemangkasan anggaran infrastruktur yang mempengaruhi langsung tergerusnya aktivitas proyek yang dilaksanakan para kontraktor lokal. Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi)-pun mengisyaratkan kencangkan ikat pinggang.

Adalah Ketua Gapensi Lombok Barat, H. Salman, SH., yang mengkritik keras pelaksanaan pesta demokrasi yang dinilai mengorbankan rakyat. Masyarakat, apalagi masyarakat konstruksi merasa sangat dirugikan oleh oleh aktivitas Pilkada.

Pertama, pemerintah tahun ini melakukan pemangkasan anggaran hingga ratusan miliar untuk melaksanakan tahapan-tahapan Pilkada. Kemudian, semakin banyak kontestan Pilkada, makin besar biaya yang disiapkan pemerintah.

“Yang untuk ya para calon-calon yang ikut Pilkada. Yang buntung masyarakat. Karena anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk sarana dan prasarana yang ada di masyarakat, justru dipangkas,” demikian pengacara ini.

Ditemui usai mengikuti kegiatan sosialisasi yang dilakukan PT. Askrindo (Persero) di Hotel Puri Indah, H. Salman menyebut proses Pilkada, penentuan gubernur oleh DPR jauh lebih efektif dan prosesnya simpel.

Kontraktor di NTB umumnya hidup dari proyek-proyek pemerintah. Beda halnya dengan kontraktor-kontraktor di kota besar. Masih banyak proyek non pemerintah yang bisa direbut.

“Makanya kita di sini kenapa persaingan itu ketat, salah satunya karena permainan politik,” ujarnya.

Saat ini yang menjadi peserta Pilkada mendominasi kepala daerah di kabupaten/kota. Biaya politik membutuhkan angka yang tidak kecil. Karenanya, H. Salman menyebut proyek-proyek yang dimiliki pemerintah daerah kemudian dipolitisasi.

Ia mempertanyakan besaran biaya Pilkada yang digunakan oleh pemerintah. Bayangkan jika dialokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat. Manfaatnya jauh lebih besar.

Pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah berpotensi menjadikan para kontraktor lokal siap-siap tiarap. Pekerja yang dilibatkan siap-siap dipangkas, masyarakat yang seharusnya menikmati fasilitas proyek pemerintah juga siap-siap gigit jari.

Ketua Gapensi Kota Mataram, H. Puji Raharjo, ST., juga tak memungkiri, pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah dan mengalihkannya kepada biaya Pilkada tentu sangat mempengaruhi eksistensi para kontraktor lokal. Meskipun, H. Puji mengatakan masih optimis para kontraktor akan tetap hidup.

Jika dibandingkan. Proyek-proyek yang dikerjakan oleh kontraktor lokal posrisnya 80 persen berbanding 20 persen. 80 persen sumbernya dari proyek pemerintah, dan 20 persen dari proyek non pemerintah. Bisa dibayangkan pengaruhnya bila alokasi untuk proyek pemerintah dipangkas.

Oleh karenanya, H. Puji mengingatkan anggota Gapensi untuk memperkuat komunikasi. Memperluas jaringan untuk mengimbangi pengaruh Pilkada (pemangkasan anggaran fisik). (bul)