Data Korban Meninggal Membingungkan

0

Tanjung (Suara NTB) – Data korban meninggal dunia akibat gempa 7,0 SR di Lombok muncul beberapa versi diakui cukup membingungkan masyarakat. Masih- masing instansi mengeluarkan data sendiri dengan margin  mencolok. Sementara data korban, apalagi yang sudah meninggal cukup sensitif, mengingat untuk kebutuhan santunan.

Pada  Rabu lalu perbedaan itu terlihat, ketika BNPB dan BPBD NTB merilis sebanyak 131 orang meninggal. Namun data laporan TNI sebanyak 381 orang meninggal. Sementara itu pernyataan Gubernur NTB kepada media  jumlah korban meninggal dunia di NTB 226 orang, angka yang sama dari  Basarnas.

Sedangkan data menurut Bupati Lombok Utara korban meninggal dunia di Lombok Utara 347 jiwa berdasarkan pertemuan camat se Lombok Utara. Terbaru Satgas Penanggulangan Bencana Lombok mengeluarkan data 308 orang meninggal dunia.

Situasi ini diklarifikasi BNPB. ‘’Perbedaan angka tersebut cukup besar. Apalagi data orang meninggal dunia adalah data yang sensitif dan banyak dicari media dan masyarakat. Lantas mana yang benar? Semuanya benar karena berdasarkan data dari lapangan,’’ kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada Suara NTB, Kamis, 9 Agustus 2018.

Perbedaan data korban selama masa tanggap darurat adalah hal yang biasa.  Kebutuhan kecepatan melaporkan kondisi penanganan bencana saat krisis diperlukan sehingga menggunakan data sendiri.

‘’Akhirnya yang terjadi antara satu institusi memiliki data sendiri-sendiri dan berbeda sehingga membingungkan masyarakat. Ini juga mencerminkan perlunya koordinasi data ditingkatkan. Data agar saling dilaporkan ke Pospenas lalu diverifikasi dan keluar satu data,’’ harapnya.

Untuk itu perlu koordinasi bersama menyamakan data korban bencana, disepakati di Posko Utama Tanggap Darurat Bencana, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.

Masing-masing lembaga diminta membawa data dengan lebih detail, yaitu identitas korban meninggal dunia yaitu nama, usia, gender dan alamat. Data akan di crosscheck  satu sama lain.

“Sebab seringkali satu korban tercatat lebih dari satu. Misal instusi menyebutkan nama panggilan sehari-hari, nama lengkap, atau nama kecilnya sehingga data terhitung 3 orang,” ungkapnya.

Identitas korban sangat diperlukan terkait bantuan santunan duka cita kepada keluarga korban yaitu Pemerintah memberikan Rp 15 juta kepada ahli waris korban.

 ‘’Sesuai regulasi yang ada, data resmi dari korban akibat bencana yang diakui pemerintah adalah data dari BNPB dan BPBD. Data ini akan menjadi data resmi nasional. Makanya seringkali data yang keluar dari BNPB dan BPBD lambat dibanding data lain. Sebab perlu verifikasi agar valid,’’ pungkasnya.

Data Terbaru Posko

Jumlah korban meninggal dunia akibat gempa 7,0 SR yang mengguncang Lombok terus bertambah. pembaruan per Kamis, 9 Agustus 2018, jumlah yang terverifikasi oleh Satgas Penanggulangan Bencana mencapai 308 orang.

 Jumlah korban meninggal 308 orang itu tersebar di  Lombok Utara  276 orang,  Lombok Barat  25 orang dan Kota Mataram  7 orang.

‘’Jumlah korban meninggal dunia khususnya di wilayah Kabupaten Lombok Utara masih akan terus bertambah. Karena adanya korban gempa di reruntuhan beberapa bangunan belum bisa semuanya dievakuasi. Sebab masih  kekurangan alat berat,’’ kata Dansatgas Penanggulangan Bencana, Danrem 162/WB Kolonel CZI Ahmad Rizal Ramdhani, Kamis, 9 Agustus 2018.

Jumlah korban meninggal bertambah karena tim Babinsa dan Bhabinkamtibmas menemukan banyak jenazah luput dari pendataan awal karena langsung dimakamkan pihak keluarga.  Meski sudah dimakamkan, tetap dilakukan pendataan sesuai alamat masing masing by name by address.

Laporan jumlah korban itu disampaikan ke pemerintah pusat melalui Menko Polhukam RI, Wiranto, sehingga  dipastikan sudah terverifikasi. Mengenai simpang siurnya jumlah data, Danrem dengan tegas, bahwa sumber resmi adalah pihaknya selaku Dansatgas dan BPBD atau BNPB.

Data meninggal sudah melalui verifikasi ketat.  Bidang Data Posko melakukan verifikasi setiap laporan masuk  dengan membandingkan jumlah sebelum gempa dan setelah gempa. “Kemudian dipilah lagi  jumlah penduduk yang hilang, luka dan meinggal  per desa,” tambah Kapenrem Mayor Inf. Dahlan Taliwang. (ars)