Dompu dan Lobar Terancam Sanksi

0

Mataram (Suara NTB) – Dua kabupaten di NTB tak mampu menetapkan APBD 2018 tepat waktu, yakni maksimal 30 November  lalu. Dua kabupaten tersebut adalah Kabupaten Dompu dan Kabupaten Lombok Barat (Lobar). Akibatnya, Dompu dan Lobar terancam kena sanksi dari Gubernur NTB atas keterlambatan dalam penetapan APBD 2018.

Hal tersebut  dikatakan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Drs. H. Supran, MM dikonfirmasi usai menerima DPRD Dompu di Ruang Rapat Sekda NTB, Jumat, 8 Desember 2017 siang. “Untuk NTB hanya dua kabupaten (yang terlambat), Lombok Barat dan Dompu,” kata Supran.

Untuk Lobar, kata Supran permasalahannya sudah clear. Mereka saat ini sedang dalam pembahasan RAPBD 2018. Tetapi tetap, Lobar dalam posisi terlambat menetapkan APBD yang seharusnya sudah tuntas 30 November lalu. “Sekarang sedang berjalan pembahasannya karena  saran kita. Walaupun telat silakan bapak jalan. Sebaiknya menggunakan penetapan dengan Perda,” katanya.

Sementara itu mengenai keterlambatan penetapan APBD Dompu, Supran mengatakan baru memperoleh informasi dari satu pihak yakni DPRD. Pihaknya berencana memanggil Pemkab Dompu, supaya didapatkan informasi yang utuh mengenai penyebab belum dibahasnya RAPBD Dompu 2018.

Informasi yang diperoleh, molornya pembahasan KUA PPAS Dompu 2018 terkait dengan masalah Pokir (pokok-pokok pikiran) DPRD yang belum terakomodir dalam KUA PPAS. Menurut Supran, Pokir ini sudah diatur dalam ketentuan. Sehingga pihaknya berencana akan mengundang DPRD dan Pemkab Dompu.

Mengenai keterlambatan dalam penetapan APBD 2018 ini, kata Supran jelas akan ada sanksi yang diberikan. Sanksinya dapat berupa administratif, teguran tertulis, anggota DPRD dan kepala daerah tidak mendapatkan pembayaran hak keuangan selama tiga bulan, tidak dibayarkannya hak keuangan selama enam bulan.

Kemudian, ada juga sanksi penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah, pengambilan alih kewenangan perizinan. Penundaan atau pemotongan dana alokasi umum atau dana bagi hasil.  Hal ini telah diatur dalam PP No. 13 Tahun 2017.

‘’Sanksinya nanti dilihat dari tingkat persoalannya. Karena yang memberikan sanksi nanti gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah. Yang diamanatkan oleh PP No. 12 Tahun 2017,’’ terangnya.

Supran mengatakan, informasi yang diperoleh dari DPRD Dompu, ada keterlambatan pengakuan KUA PPAS dari eksekutif. Seharusnya sesui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), KUA PPAS diajukan pada minggu kedua bulan Juli.

Informasi dari DPRD Dompu, eksekutif baru mengajukan KUA PPAS pada 30 Juli 2017. Namun, katanya, informasi ini baru didengar dari salah satu pihak saja yakni DPRD. Sehingga pihaknya belum membuat kesimpulan atas persoalan keterlambatan pembahasan RAPBD Dompu tersebut.

‘’Kemudian ketika mengajukan  KUA PPAS, menurut legislatif di KUA PPAS tak ada sama sekali Pokir. Itu nanti kita lihat dulu. Eksekutif belum memberikan kita data-data. Sehingga seperti apa sanksinya,  ndak bisa kita jawab sekarang,” kata Supran.

Karena pembahasan KUA PPAS Dompu 2018 deadlock, maka menurut Supran tidak bisa Pemda menyatakan akan membuat Peraturan Bupati (Perbup) sebagai pengganti Perda APBD 2018. Pemprov akan melihat apakah Pemda sudah mengajukan KUA PPAS. Setelah itu dilanjutkan dengan pengajuan nota keuangan dan RAPBD 2018.

‘’Kalau belum diajukan, Pemda sendiri tidak berhak untuk membuat Perbup. Kecuali kalau kedua-duanya. Karena  di dalam aturan RAPBD yang diminta. Kalau itu belum dipenuhi maka dia tetap harus pakai Perda. Walaupun dia telat makanya nanti kita minta dia datang,” ujarnya. (nas)