25 Kelurahan di Mataram Masih Jadi Kawasan Pemukiman Kumuh

0

Mataram (Suara NTB) – Sebagai Ibukota Provinsi NTB, Kota Mataram tidak bisa lepas dari persoalan sosial. Diantaranya, masalah pemukiman kumuh. Dari 50 kelurahan, setengahnya atau 25 kelurahan masih menjadi kawasan kumuh perkotaan.

Luas Kota Mataram hanya 61,30 Kilometer persegi. Namun total luas rumah kota mencapai 303,57 hektar. Kelurahan kumuh paling menonjol berada di Kecamatan Selaparang dengan sub total luas kumuh kota mencapai 92,13 persen. Ini tersebar di enam kelurahan. Yaitu, Dasan Agung merupakan kawasan pemukiman padat penduduk dengan luas kumuh mencapai 30,6 hektar, Dasan Agung Baru 11,99 hektar, Gomong 13 hektar, Karang Baru, Monjok Barat dan Rembiga.

Selanjutnya, tujuh kelurahan di Kecamatan Ampenan ialah, Kelurahan Ampenan Selatan, Ampenan Tengah, Banjar, Bintaro Kebon Sari, Pejarakan Karya dan Pejeruk. Di Kecamatan Sekarbela hanya tiga kelurahan masuk kumuh. Yaitu, Kelurahan Jempong Baru, Kekalik Jaya dan Tanjung Karang Permai. Kecamatan Mataram hanya tersisa dua di antaranya, Pagutan dan Pagutan Timur. Sementara, Kecamatan Cakranegara sebenarnya memiliki kelurahan paling banyak hanya empat wilayah terkategori kumuh. Yaitu, Cakranegara Barat, Cilinaya, Mayura dan Sayang – Sayang. Sedangkan, Kecamatan Sandubaya hanya Kelurahan Bertais, Selagalas dan Turida.

Ketua Pokja Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Rino Rinaldi, SH., menjelaskan, penanganan rumah kumuh di Kota Mataram dari tahun 2009 – 2016 dengan melibatkan stakeholder sangat baik. Ini dibuktikan dengan penuntasan rumah kumuh mencapai 5.173. Dari total itu, ia tidak merincikan berapa jumlah rumah kumuh secara keseluruhan di Kota Mataram serta persentase penurunan dari tahun ke tahun.

Rino menyebutkan, kawasan pemukiman kumuh ini tersebar di 25 kelurahan dengan luas bervariasi. Dari 303,57 hektar kawasan kumuh didominasi oleh kecamatan Selaparang mencapai 92,13 hektar. Lalu disusul Kecamatan Ampenan 90 hektar. Dan paling rendah Kecamatan Mataram hanya 9 hektar. Intervensi penanganan, Pokja tidak sendiri melainkan dikerjakan oleh SKPD lain yaitu, Disosnakertrnas, Baznas, Dinas dan Pekerjaan Umum. “Bukan kita saja, tapi SKPD lain melakukan hal sama,” kata Rino, Kamis, 29 September 2016.

Dia memperhatikan, tidak tuntasnya persoalan pemukiman kumuh di Kota Mataram karena terjadi perbedaan data dengan satu instansi dan instansi lainnya. Padahal, anggaran dikelola mencapai Rp 30 miliar lebih.

Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana menyampaikan, variabel atau indikator keberhasilan persoalan lingkungan maupun pemukiman kumuh tidak bisa dilihat secara alamiah. Sebab, manuasi memiliki kontribusi sama dalam persoalan lingkungan dan lain sebagainya. (cem)