Selong (Suara NTB) – Rencana pemerintah pusat menaikkan harga cukai rokok rata-rata sebesar 10,04 persen pada tahun 2018 menjadi ancaman bagi para petani tembakau. Terlebih adanya instruksi Presiden RI. Ir. H. Joko Widodo agar para petani menyiapkan tanaman alternatif pengganti atau pembatasan penanaman tembakau. Terkait hal tersebut, para petani tembakau di Lotim mengingatkan supaya pemerintah tidak asal buat kebijakan.
Segala kebijakan pemerintah yang tidak berpihak terhadap masyarakat, termasuk para petani tembakau diharapkan dikaji lebih intensif serta turun ke lapangan. Hal itu sangat penting dilakukan untuk menyerap aspirasi para petani yang akan merasakan dampak dari keputusan yang dibuat oleh pemangku kebijakan tersebut.
Seperti disampaikan, H. Ridaah, petani tembakau di wilayah Kecamatan Sakra ini mengaku menggantungkan hidupnya dari “emas hijau” sudah sekitar 12 tahun lamanya. Menurutnya, budidaya tembakau merupakan harapan satu-satunya untuk bertahan hidup meskipun untung rugi selalu menghantui.
Terkait instruksi pemerintah supaya petani membatasi areal tanam dan mengalihkannya ke komoditas lain. H. Ridaah menegaskan jika hal tersebut sulit untuk ia terapkan, terlebih sejumlah komoditas lain yang bisa tumbuh subur di Kabupaten Lotim wilayah selatan hanya jagung, kedelai dan bawang. Akan tetapi, harga dari komoditas itu tak seberapa atau tidak menentu dibandingkan dengan harga tembakau. “Jangan asal buat kebijakan, kami di Sakra sebagian besar bertani tembakau. Kami hidup dari sini, (tembakau, red). Apabila kami beralihan ke komoditas yang lain, maka itu sulit,” tegasnya menggunakan Bahasa Sasak, dikonfirmasi Suara NTB, Rabu (25/10) sore.
Hal senada disampaikan, Irwan, petani yang memiliki lahan pertanian khususnya tembakau seluas 2,5 hektar ini juga sangat menyayangkan apabila adanya kebijakan pemerintah untuk membatasi penanaman tembakau. Apabila kebijakan itu benar-benar diterapkan terkait menyusul dinaikkannya rencana pemerintah terhadap cukai rokok sebesar 10,04 persen pada tahun 2018, maka secara langsung pemerintah sudah menciptakan pengangguran baru.
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) cabang Lombok Timur (Lotim), Lalu Sahabudin yang dikonfirmasi via ponselnya, mengharapkan supaya pemerintah tidak asal menerapkan kebijakan yang dapat merugikan petani tembakau. Sedangkan, sejauh ini belum ada yang bisa menggantikan tembakau yang sudah mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat khususnya di bagian selatan.
“Tembakau itu sudah memiliki pasar yang pasti, bahkan sejumlah perusahaan rokok seperti PT. Bentol, PT. Djarum, PT. Sadhana Arifnusa, Trisno Adi dan lainnya yang sudah lama bermitra cukup bagus dengan petani tembakau di pulau Lombok,” jelasnya.
Lalu Sahabudin menjelaskan, apabila para petani tembakau diinstruksikan untuk beralih ke komoditas yang lain, maka hal tersebut sangatlah sulit. Misalnya seperti beralih ke tanaman holtikultura berupa tomat dan cabai, dijelaskan jika saat ini tidak ada yang memberikan pasar maupun harga dasar yang jelas. “Jadi siapa yang akan bertanggung jawab jika petani tembakau beralih ke komoditas yang lain. Jadi jika dibiarkan, ini sangat berbahaya dan berisiko. Bahkan bisa jadi masyarakat kita kembali seperti dulu, banyak jadi pengemis. Kecuali tembakau ini tidak ada pasarnya, barulah kita melirik ke tanaman-tanaman yang lain,” terangnya.
Untuk jumlah petani tembakau yang berada di bawah naungan APTI untuk tembakau virginia yakni 11.582 petani, sedangkan untuk tembakau rajang di Kabupaten Lotim sebanyak, 2.590 petani. Adapun untuk didaerah lain seperti di Loteng sekitar 5.000 petani secara keseluruhan, belum lagi di beberapa daerah lainnya seperti di Pulau Sumbawa maupun di KLU. “Untuk di Indonesia mencapai sekitar 30 juta petani yang diabaikan nasibnya, mau jadi apa yang 30 juta itu,” pungkasnya. (yon)