Pergub Bela dan Beli Produk Lokal, Siasat Baru Entaskan Kemiskinan di NTB

0

Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB sedang menggodok Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) tentang Bela dan Beli Produk Lokal. Selain memberdayakan IKM dan UKM lokal, Rapergub tersebut dihajatkan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan di NTB.

‘’Ujungnya memang untuk peningkatan kesejahteraan atau menanggulangi kemiskinan. Karena semua yang kita lakukan di pemberdayaan IKM dan UKM itu, muaranya ke sana, upaya mempercepat pengentasan kemiskinan,’’ kata Kepala Bappeda NTB, Dr. Ir. H. Amry Rakhman, M. Si dikonfirmasi Suara NTB, Minggu, 5 Juli 2020.

Amry mengatakan, draft Pergub tersebut sudah berada di tangan Gubernur. Direncanakan, Pergub ini akan segera diundangkan dalam waktu dekat ini.

“Kalau sudah ada Pergubnya, segera kita implementasikan. Karena itu dasar untuk pemberdayaan IKM dan UKM yang kita sebut-sebut dalam stimulus ekonomi,” terangnya.

Amry menjelaskan ada lima ruang lingkup yang akan diatur dalam draf Pergub tersebut. Antara lain kelembagaan IKM dan UKM, pelaku IKM dan UKM, produksi, pasar dan kemitraan. “Lima yang kita tangani,” katanya.

Dengan adanya kebijakan bela dan beli produk lokal NTB. OPD lingkup Pemprov NTB secara bertahap akan diwajibkan menggunakan produk pangan dan non pangan lokal NTB.

“Cuma nanti kita lihat mana yang mungkin. Apakah kita buat nanti lewat surat keputusan gubernur, surat edaran gubernur atau apa. Itu merupakan tindaklanjut dari Pergub tersebut,” jelasnya.

Mantan Kepala Bappeda Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) ini mengatakan dua sisi yang ditangani dalam kebijakan bela dan beli produk lokal. Pemprov mendorong IKM dan UKM untuk berproduksi. Dan melakukan intervensi pasar agar produk-produk lokal dapat terserap.

“Kita merangsang IKM dan UKM berproduksi. Tapi kita juga mewajibkan atau mengharuskan PNS atau OPD  membeli produk lokal.  Nanti kita atura tahapannya dan jenis komoditasnya,” katanya.

Ia memberikan contoh seperti kelompok industri pangan. Pemda sudah punya pemetaan atau klaster-klaster IKM dan UKM yang ada di NTB dengan adanya program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang. IKM dan UKM tersebut terus didorong berproduksi. Nantinya Pemprov membuat kebijakan bela dan beli produk lokal tersebut.

Kebijakan bela dan beli produk lokal sudah dilakukan kabupaten/kota di Indonesia. Seperti Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten tersebut merupakan salah satu daerah yang sebelumnya tinggi angka kemiskinannya.

Pada 2013, Kulonprogo membuat kebijakan bela dan beli produk lokal sebagai alat untuk mendorong agar masyarakat mau membela daerahnya sendiri dengan cara membeli produk yang diproduksi oleh masyarakat Kulonprogo.

Berdasarkan hasil kajian, dampak dari kebijakan bela dan beli produk lokal berdampak positif. Hal tersebut terlihat dari nilai PDRB Kulonprogo pada tahun 2014 yang mengalami peningkatan sebesar Rp0,61 triliun dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya.

Dan juga pada sektor industri mengalami laju pertumbuhan yang positif sebesar 7,37 persen pada tahun 2013 dan 2014. Laju pertumbuhan sektor ini didukung oleh peningkatan volume produksi maupun volume usaha. Pada tahun 2014, sektor ini menyumbang 12 persen terhadap total produk domestik regional bruto (PDRB) di Kabupaten Kulonprogo dengan nilai Rp870,12 miliar.

Sebagaimana diketahui, dalam RPJMD NTB 2019 – 2023, pengentasan kemiskinan menjadi salah satu program prioritas Pemprov NTB. Ditargetkan pada 2023, angka kemiskinan di NTB dapat mencapai satu digit atau 9,75 persen. Saat ini, angka kemiskinan di NTB masih diangka dua digit bahkan berada di atas rata-rata nasional yaitu 13,88 persen.

Berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)  Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlah rumah tangga kategori sangat miskin, miskin, hampir miskin dan rentan miskin di NTB sebanyak 685.672 KK atau 2,3 juta jiwa lebih. Sebanyak 685.672 KK atau 2,3 juta jiwa lebih tersebut masuk di desil I, desil 2, desil 3 dan desil 4.

Masyarakat NTB yang masuk desil I atau kategori sangat miskin sebanyak 272.281 KK. Dengan rincian, Lombok Barat 36.165 KK, Lombok Tengah 70.495 KK, Lombok Timur 83.784 KK, Sumbawa 7.713 KK, Dompu 5.516 KK, Bima 17.483 KK, Sumbawa Barat 6.201 KK, Lombok Utara 22.652 KK, Kota Mataram 17.686 KK dan Kota Bima 4.586 KK.

Masyarakat NTB yang masuk desil 2 atau kategori miskin sebanyak 171.069  KK. Dengan rincian, Lombok Barat 25.177 KK, Lombok Tengah 43.049 KK, Lombok Timur 45.065  KK, Sumbawa 10.008 KK, Dompu 9.603  KK, Bima 17.750  KK, Sumbawa Barat 2.559  KK, Lombok Utara 8.124  KK, Kota Mataram 6.835 KK dan Kota Bima 2.899 KK.

Masyarakat NTB yang masuk desil 3  atau kategori hampir miskin  sebanyak 139.009 KK. Dengan rincian, Lombok Barat 18.428  KK, Lombok Tengah 27.033 KK, Lombok Timur 34.496  KK, Sumbawa 14.033 KK, Dompu 10.103 KK, Bima 17.624  KK, Sumbawa Barat 2.888 KK, Lombok Utara 3.938 KK, Kota Mataram 5.972 KK dan Kota Bima 4.494 KK.

Kemudian masyarakat NTB yang masuk desil 4 atau kategori rentan miskin sebanyak 103.313 KK. Dengan rincian, Lombok Barat 16.235  KK, Lombok Tengah 22.878 KK, Lombok Timur 25.295 KK, Sumbawa 10.675  KK, Dompu 5.522 KK, Bima 9.052 KK, Sumbawa Barat 2.953  KK, Lombok Utara 1.813 KK, Kota Mataram 5.244 KK dan Kota Bima 3.646 KK. (nas)