Perang Topat, Teladan Perdamaian dari Warga Lingsar untuk Indonesia

0

Giri Menang (Suara NTB) – Ribuan pengunjung menyaksikan ritual religi dan budaya perang topat yang digelar begitu meriah dan khidmat Minggu, 3 Desember 2017 sore di Pura Lingsar. Event tahunan yang digelar Pemkab Lombok Barat  (Lobar) ini tidak saja disaksikan  wisatawan lokal. Namun wisatawan asing ikut berbaur, bahkan beberapa wisatawan asing terlibat dalam event  ‘’perang’’ perdamaian tersebut.

Event ini menjadi salah satu andalan Pemkab Lobar dan NTB menjual pariwisatanya. Di samping itu ritual yang menjadi warisan leluhur ini wujud nyata perdamaian dari Lingsar untuk Indonesia dan dunia. Pasalnya melalui ritual religi perang topat ini membuktikan perang tak saling membunuh. Malah menjadi ajang untuk menyambung tali silaturahmi dan mempererat persaudaraan warga dua suku dan agama.

Hadir pada kesempatan ini, Bupati Lobar H. Fauzan Khalid, Wagub NTB, H. Muh. Amin, Kepala Dinas Pariwisata NTB H. L. Moh. Faozal, Danrem, Dandim, Kapolres dan perwakilan Kementerian Pariwisata. Hadir pula para pemangku adat dan budaya serta ribuan umat Hindu serta Muslim. Kegiatan dipusatkan di halaman Pura Lingsar. Ritual ini diawali dengan penyambutan Bupati Lobar dan Wagub NTB. Setelah itu, barulah bupati dan wagub serta rombongan menuju  tempat acara.

Ritual diawali dengan sejumlah tarian, yakni tarian batek baris dari Lingsar dan tarian perdamaian yang disuguhkan perempuan-perempuan Lingsar. Selanjutnya digelar parade sesajian yang bakal dijadikan senjata perang topat dan makanan warga.

Dalam sambutannya, Bupati Lobar H.Fauzan Khalid menyatakan bahwa ada empat  pilar peninggalan dari pendiri bangsa yang harus dijaga dan amalkan. Empat pilar tersebut Pancasila, UUD, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika.

Orang nomor satu di Lobar ini menjelaskan, semua orang bicara Pancasila dan NKRI, UUD serta Bhinneka Tunggal Ika. Namun pada ritual perang topat yang digelar tiap tahun tersebut  masyarakat Lingsar khususnya dan Lobar umumnya tidak sekekar bicara. Namun memberi keteladanan dan contoh bagi anak bangsa untuk praktik empat pilar peninggalan para pendiri bangsa tersebut.

Perang topat jelas Ketua Kahmi Lobar ini adalah perang dilaksanakan penuh kegembiraan oleh dua unsur agama dan dua unsur suku. Tempat berperang pun mencerminkan  terpeliharanya kedamaian dua agama yakni Islam dan Hindu dan Suku Sasak dengan Suku Bali.

‘’’Kita ingin memberikan keteladanan kepada dunia. Jargon yang kita pilih pada tahun ini adalah: Dari Lingsar untuk Lombok Barat, dari Lombok Barat untuk NTB, dari NTB untuk Indonesia, dan dari Indonesia untuk dunia,’’ ujar Bupati H. Fauzan Khalid dengan lantang saat memberi sambutan pada puncak acara Festival Budaya Perang Topat 2017 di Halaman Pura Taman Lingsar, kemarin.

Perang topat  merupakan simbol toleransi yang erat antara Umat Islam Sasak dengan Umat Hindu Bali-Lombok.

Perang yang menjadi antithesis dari kondisi perang pada umumnya seakan menjadi kritik untuk semua umat agar menjaga toleransi, memelihara kebersamaan, dan merawat persatuan. ‘’Kita diwariskan nilai-nilai luhur dari para nenek moyang kita untuk menjadi perekat kebersamaan di tengah ujian dalam kehidupan yang plural,’’ lanjut Fauzan sambil mengulas transformasi kisah perang yang harusnya berdarah-darah menjadi perang penuh kegembiraan.

Bagi Umat Hindu, tradisi ini bersamaan dengan Pujawali Pura Taman Lingsar sekaligus sebagai wujud syukur umat kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas hasil panen yang melimpah ruah. Bagi umat Islam menjadi upacara Haul untuk Sang Waliyullah yang diyakini sebagai penyebar Islam di Lingsar.

Setelah melalui berbagai acara pendukung dan seremonial, segenap tamu kehormatan didaulat untuk naik ke panggung. Mereka dengan serentak melempar topat (ketupat) ke tengah pengunjung. Lemparan tersebut menjadi pembuka perang . Mereka tampak larut dalam kegembiraan bersama ribuan warga yang ikut melempar atau hanya menonton karena tidak kebagian amunisi (topat, red).

Gelaran Festival Perang Topat selalu diselenggarakan berkenaan dengan Rarak Kembang Waru (gugurnya bunga pohon waru) pada purnama sasih (bulan) ke pituk (tujuh) pada kalender Sasak.

Festival tahun ini diawali dengan Begawe Gubuk, 27 November 2017 lalu, yang mempertemukan antara empat banjar umat Hindu dengan umat Islam sekitar pura dalam jamuan makan bersama. Acara berlanjut dengan aneka pagelaran seni yang berlangsung sampai puncaknya kemarin.

Pura Taman Lingsar, diyakini oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, Ispan Junaidi sebagai satu-satunya tempat ibadah non muslim di dunia yang memiliki Kemalik atau mushalla.

Ispan Junaidi selaku pelaksana kegiatan mengatakan bahwa prosesi Perang Topat merupakan prosesi perpaduan budaya dan religi yang menjadi  Calender of Event Pariwisata di Lombok Barat.

“Ini merupakan refleksi keharmonisan dan legenda bagi umat manusia di muka bumi,” jelasnya penuh percaya diri.

Untuk diketahui, Kabupaten Lobar  memiliki warga sekitar 8 sampai dengan 9 persen warga yang beragama Hindu. Mereka hidup berbaur dengan damai di tanah Patut Patuh Patju. Hal tersebut mendapat apresiasi tinggi dari Kementerian Dalam Negeri yang melakukan survei kepada lebih dari separuh kabupaten/kota se-Indonesia. Kabupaten Lobar pun ditetapkan sebagai Kabupaten Berketahanan  Konflik yang Tinggi.

Mewakili Pemprov NTB, Wagub, H.Muh.Amin berharap event tahunan ini lebih di tingkatkan pengemasan dari tahun ke  tahun. (her)