Pengelolaan 65 Hektare Aset Gili Trawangan, Pemprov NTB-PT GTI Sepakati Sembilan Pokok Addendum

0
Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah (ketiga dari kiri) dan Direktur Utama PT Gili Trawangan Indah Winoto (keempat dari kiri), Kamis, 10 Juni 2021 menandatangani berita acara kesepakatan pokok-pokok addendum kontrak produksi pengelolaan aset 65 hektare tanah Pemprov NTB di Gili Trawangan, Gili Indah, Pemenang, Lombok Utara dengan saksi Kepala Kejati NTB Tomo Sitepu dan dihadiri Wakil Gubernur NTB Hj. Sitti Rohmi Djalillah (kedua dari kiri), Danlanud Zainuddin Abdul Majid Khairun Aslam (kedua dari kanan), dan Sekda NTB Lalu Gita Ariadi (paling kanan).(Suara NTB/why)

Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB menandatangani berita acara kesepakatan pokok-pokok addendum perjanjian kontrak produksi pengelolaan aset Gili Trawangan dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI). Terdapat sembilan pokok pembaruan kontrak. Diantaranya akan mengubah bentuk kerjasama sampai pengetatan sanksi-sanksi. Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah dan Direktur PT GTI Winoto menandatangani kesepakatan pokok addendum tersebut, Kamis, 10 Juni 2021 disaksikan Kepala Kejati NTB Tomo Sitepu, Wakil Gubernur NTB Dr Sitti Rohmi Djalillah, Sekda NTB Lalu Gita Aryadi, dan Forkopimda NTB.

“Poinnya adalah agar ini tidak mencoreng wajah kita pada masyarakat. Jangan dikira kita takut dan punya hidden agenda dengan investor. Kerjasama ini kita terbuka agar kalau nanti PT GTI tidak serius bisa jadi pertanggungjawaban kepada masyarakat,” terang Gubernur. Pokok-pokok addendum ini merupakan haluan yang akan diturunkan dalam klausul-klasul dalam pembaruan kontrak nantinya. Isinya masih secara umum. Detilnya masih akan dibahas lagi dengan tim khusus.

“Nanti juga akan dibicarakan dengan DPRD agar tidak ada kecurigaan apa-apa. Dan kita harus tegas, kalau tidak ya percuma. Kita butuh keseriusan,” ujar politisi PKS yang karib disapa Bang Zul ini. Sementara Winoto mengaku teguh pada komitmennya untuk mengelola aset Pemprov NTB seluas 65 hektare di Gili Trawangan itu. Hal itu yang mendasarinya untuk bersedia menuruti apapun klausul yangn dijabarkan dalam pembaruan kontrak nanti. “Kami berharap dukungan dan jaminan keamanan investasi,” ujarnya.

Penantian panjang PT GTI sejak tahun 1995 bakal segera berakhir. Addendum kontrak produksi ini membawa angin segar bagi pengusaha lokal NTB yang melebarkan sayap sampai Surabaya, Jawa Timur ini. “Kami menunggu cukup lama, hampir 25 tahun. Maka dengan ini kami akan mengikuti apa-apa saja yang menjadi keputusan pemerintah. Diminta langsung membangun besok pun kami sanggup,” tegasnya.

Sembilan Pokok Addendum

Kemudian Tomo menjelaskan, addendum ini berdasarkan kajian hukum matang tim jaksa pengacara negara pada Bidang Datun Kejati NTB. Opsi addendum dipilih sehingga ditindaklanjuti dengan perumusan kontraknya. “Pertimbangannya tiga hal, pertama Pemprov NTB tidak boleh rugi. Kedua jaminan investasi. Ketiga, masyarakat terlindungi. Itu pedoman kita buat kajian hukum,” urai Kajati.

Tahapan pertama proses penyelesaian aset Pemprov NTB sudah tuntas. Yakni mengenai kajian hukum yang melahirkan pilihan putus kontrak atau lanjut. Opsi lanjut dipilih sehingga beralih ke tahapan kedua, yakni penyusunan addendum kontrak. Tahapan ini sekarang sudah digarap dengan disusunnya pokok-pokok addendum. Yang kini sudah disetujui para pihak. “Nanti yang ketiga ini soal bagaimana investor ini bisa jalankan investasinya. Di sana sudah ada pengusaha ilegal, dan kita tidak mau Pemprov dibenturkan dengan masyarakat,” jelas Tomo.

Selanjutnya, Sekda Gita memaparkan sembilan pokok-pokok addendum tersebut. Diantaranya, perubahan bentuk perjanjian kerjasama, “Kalau sudah jelas bentuknya, kemudian dapat diatur yang dulu mungkin belum diatur,” paparnya.

Pokok kedua mengenai maksud dan tujuan perjanjian yang harus disepakati ulang. Lalu jangka waktu kerjasama berikut masa transisinya. “Di masa transisi ini terkait bagaimana sikap kita terhadap pengusaha yang sudah ada di sana. Masukan mereka bisa kita dengarkan,” sebut Gita.

Pokok addendum yang tidak kalah penting yakni komponen penerima daerah dari kerjasama dengan PT GTI ini. yang mana dalam perjanjian sebelumnya royalti yang diterima Pemprov NTB hanya Rp22,5 juta per tahun. “Nanti akan ada pendapatan tetap tahunan maupun bagi hasil keuntungan. Itu berapa persentasenya nanti dihitung tim appraisal. Kedua belah pihak harus ada kesepakatan membahas ini,” jelas Gita.

Addendum kontrak ini nantinya memperjelas mengenai hasil dari kerjasama. Kemudian waktu berakhirnya perjanjian. “Ada pokok addendum yang mengatur sanksi. Misalnya kalau belum ada action selama jangka waktu yang disepakati, itu seperti apa. Berapa lama kita evaluasi,” ucap Sekda. Pokok addendum terakhir mengenai ketentuan perundang-undangan yang mengatur lebih detil mengenai pengelolaan aset milik negara atau pemerintah daerah. “Targetnya, addendum kontrak ini nanti ditandatangani Agustus,” tandas Gita. (why)