Penduduk Miskin di Lobar Bertambah

0
Warga miskin di Lobar yang tinggal di gubuk kumuh. Perlu ada gebrakan dari pemerintah untuk meminimalisir warga miskin di Lobar. (Suara NTB/her)

Giri Menang (Suara NTB) – Jumlah penduduk miskin di Lombok Barat (Lobar) menempati urutan ketiga terbanyak di NTB. Lobar berada di bawah Lombok Timur dan Lombok Tengah. Dilihat dari angka penurunan kemiskinan di Bumi Patut Patuh Patju ini terbilang melambat sejak beberapa tahun terakhir, bahkan tahun 2019 lalu penurunannya hanya 0,03 persen. Padahal dana yang digelontorkan tiap tahun untuk program pengentasan kemiskinan sangat fantastis mencapai Rp 400-500 miliar tiap tahunnya.

Kepala BPS Lobar Drs. Anas, MSi., mengingatkan pemda agar persoalan kemiskinan ini dijadikan prioritas untuk ditangani ke depan. Sebab kalau melihat data, memang secara persentase angka penduduk miskin menurun tahun 2019 dari 15,20 menjadi 15,17 persen. Namun dari sisi jumlah jiwa penduduk miskin justru bertambah dari 103 ribu jiwa menjadi 105 ribu jiwa lebih, terdapat penambahan warga miskin sebanyak 2 ribu jiwa lebih.

Melambannya penurunan kemiskinan ini menjadi pertanyaan, lantaran anggaran yang dihabiskan sangat besar untuk penanganan kemiskinan mencakup segala sektor seperti infrastruktur jalan, pasar dan lain-lain. Anggaran dari APBD inipun di luar dari beragam bantuan dari pusat. Justru anggaran besar ini memiliki daya ungkit yang kecil dalam penurunan kemiskinan. Kenapa bisa terjadi begitu? Karena kata dia anggaran kemiskinan ini banyak terserap ke program yang kurang penting dan memiliki daya ungkit yang kurang maksimal terhadap kemiskinan. “Jadi tidak dianalisis lebih mendalam, seharusnya program atau proyek yang digelontorkan itu yang punya dampak daya ungkit luas baik itu daya ungkit kedepan dan kebelakang,”jelas dia.

Proyek-proyek yang dibiayai dalam penanganan kemiskinan ini, ujarnya, haruslah mampu menggairahkan usaha. Sebab kalau masyarakat bisa berusaha dan mandiri, maka perekonomian mereka akan hidup. Anggaran kemiskinan ini juga, tambahnya, jangan lebih banyak tercecer pada kegiatan tim-tim dan monitoring.

Menurutnya, Pemda juga perlu membenahi program pemberdayaan masyarakat melalui bantuan produk lokal dan ekonomi kreatif. Seharusnya dalam pelaksanaan program ini dilihat di rumah tangga sasaran yang dibantu berbagai bantuan. Pemda perlu melibatkan dan merekrut orang yang ahli, bukan pemda yang turun memberikan pelatihan, karena pegawai tentunya kurang paham.

Baginya, anggaran studi banding yang dihabiskan OPD dialihkan saja untuk merekrut pihak yang profesional dan memiliki jaringan dalam bidang terkait, sehingga bisa menampung produk yang dihasilkan pengusaha lokal tersebut. Di sini juga, ujarnya, perlu ada pelibatan semua unsur, baik itu tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam memberikan contoh serta imbauan terkait persoalan kemiskinan.

Sementara itu Kepala Bappeda Lobar Rusditah mengatakan, terkait angka kemiskinan di Lobar menurun, akan tetapi masih rendah hanya 0,03 persen dengan angka 15,17 persen. “Sehingga memang posisi kita ketiga tertinggi di NTB,” jelas dia.

Hal ini, ujarnya, menjadi bahan evaluasinya ke depan untuk mempercepat penurunan kemiskinan. Karena itulah penanganan kemiskinan menjadi prioritas pemda yang tercantum dalam RPJMD. Setiap kegiatan OPD yang berkaitan dengan kemiskinan tentu akan didukung untuk pembiayaan. Pihaknya juga mensinergikan program dengan provinsi dan pusat. Mantan Kepala Disnaker ini menjelaskan untuk program baru ke depan, pihaknya akan lebih mensinergikan program OPD agar lebih menukik pada sasaran.

Karena  itu program-program OPD harus betul-betul diasistensi untuk melihat capaian-capaian, tidak hanya upaya menurunkan kemiskinan melalui pemberian bantuan namun juga dengan peningkatan kualitas SDM. Para lulusan SMA sederajat yang tak bisa ke perguruan tinggi akan diberikan keterampilan, sehingga mampu membuka lapangan kerja sendiri atau bekerja kepada orang lain. (her)