Pemda Sesalkan Masyarakat Reaktif Tes Cepat Masih Bandel

0

Giri Menang (Suara NTB) – Biaya perawatan pasien positif Covid-19 mahal. Sekali pemeriksaan satu pasien menelan biaya jutaan rupiah. Mahalnya biaya perawatan ini harus disadari masyarakat agar mematuhi imbauan pemerintah. Pemda menyesalkan masih banyak masyarakat belum patuh terhadap imbuhan tersebut, meskipun mereka berstatus hasil tes cepat reaktif tetap saja masih bandel tak mematuhi imbauan pemerintah.

Seperti di Desa Kramajaya Kecamatan Narmada,  termasuk zona merah Covid-19, karena sudah ada warganya yang dinyatakan positif Covid-19. Untuk itu, pemerintah kabupaten, kecamatan, dan desa terus melakukan sosialisasi termasuk melalui imbauan para tokoh agama.

Kepala Puskesmas Narmada dr. I Dewa Gde Ngurah Agung saat sosialisasi pencegahan Covid 19 di Kantor Desa Kramajaya bersama Satgas Kabupaten akhir pekan kemarin mengatakan Desa Kramajaya merupakan desa yang paling banyak terpapar Covid-19. Sebanyak 23 warga sudah melakukan  test cepat. Dari hasil test cepat ini ditemukan 10 orang reaktif, dan ketika diswab, 3 orang dinyatakan positif dan dirawat di Rumah Sakit Awet Muda (RSAM).

TGH. Subki Sasaki, Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Lobar mengakui masyarakat Lobar masih banyak yang melakukan Salat Jumat. Namun ia tidak berkecil hati, langkah pencegahan terus dikampayekan agar masyarakat benar-benar paham dengan bahaya Covid 19.

Oleh karena itu ia mengajak seluruh lapisan masyarakat terutama warga Desa Kramajaya yang saat ini masih melakukan Salat Jumat di masjid untuk menaati serta mematuhi imbauan pemerintah.

Plt Camat Narmada, Muhammad Busyairi juga mengatakan sosialiasi di Desa Kramajaya sering dilakukan. Selain dengan mengundang warga ke Kantor Camat Narmada, sosialisasi juga langsung ke masjid bersama TGH. Yusi Adnan. “Seharusnya ini sudah masuk ke penindakan karena tugas Satgas selesai minggu lalu. Ini karena permintaan Kepala Desa kami hadir bersama satgas Kabupaten, namun jika masih tidak didengar dimana wibawa Pemerintah. Bupati juga tidak ingin ada tokoh masyarakat kyai yang dibawa oleh polisi, bupati kita masih humanis. Untuk itu tolong dipahami,” tegas Busyairi.

Direktur Rumah Sakit Awet Muda (RSAM), dr. AAN Putra Suryanatha mengatakan pasien yang sembuh dan dipulangkan tidak dibebankan biaya, namun ditanggung pemerintah. “Kita sementara ini melakukan swab dan hasilnya dikirim ke Rumah Sakit Provinsi dan Bhayangkara,”  katanya ditemui sesaat sebelum acara pemulangan pasien covid 19 yang dinyatakan sembuh.

Biaya ini, sebut dr Aan cukup mahal, yakni Rp 2.400.000. Bukan hanya itu, harga Alat Pelunding Diri (APD)  sangat mahal. Harganya berkisar Rp 800 ribu/unit yang hanya sekali pakai. (her)