Pandemi Semakin Menekan, Pedagang Pantai Ampenan Kibarkan Bendera Putih

0
Pedagang di pantai Ampenan menyampaikan keluh-kesah terkait situasi akibat pandemi Covid-19. Karena selalu merugi akibat sepi pembeli, para pedagang di tempat wisata andalan Kota Mataram tersebut pada Jumat, 30 Juli 2021 kompak mengibarkan bendera putih tanda meyerah.(Suara NTB/bay)

Mataram (Suara NTB) – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Kota Mataram menuai protes dari kelompok pedagang di pantai Ampenan, tepatnya di eks Pelabuhan Ampenan. Pasalnya, setelah sepi pelanggan sejak pandemi coronavirus disease (Covid-19) berlangsung, saat ini ratusan pedagang di kawasan wisata tersebut semakin sulit bertahan.

Kondisi tersebut membuat 97 orang pedagang yang sehari-hari beraktivitas di sana menggelar aksi pada Jumat, 30 Juli 2021. Sambil mengibarkan bendera putih, para pedagang tersebut meneriakkan orasi-orasi yang disampaikan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram.

Kesedihan terlihat jelas di wajah para pedagang. Hampir serempak para pedagang meneriakkan “Kami menyerah,” di sela-sela orasi yang disampaikan Ketua Kelompok Pedagang Eks Pelabuhan Ampenan. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi keluhan kelompok pedagang tersebut; sepinya pelanggan, bantuan yang tidak disalurkan, serta kredit yang semakin mencekik mereka.

“Sudah sejak gempa kita sepi. Sempat ramai, kemudian jadi semakin sepi karena (pandemi) Covid-19 ini. Sejak gempa itu juga tidak ada bantuan, disentuh (bantuan) pun tidak pernah,” ujar Heny, salah seorang pedagang yang mengikuti aksi.

Menurutnya, saat ini kondisi sulit terutama disebabkan pembatasan jam operasional. Walaupun telah diberikan kelonggaran buka hingga pukul 21.00 Wita. Namun aturan tersebut diakui masih memberatkan.

“Kita baru buka jam setengah lima. Mau buka dari pagi, di sini mana ada pengunjung. Setengah lima itu baru ada satu dua orang yang datang, tapi setengah sembilan sudah datang petugas membubarkan. Pelanggan jadi takut. Sering ada yang kabur tanpa membayar kalau petugas sudah datang,” ungkapnya.

Ketua Kelompok Pedagang Eks Pelabuhan Ampenan, Indari Sucipto menerangkan dari 103 pedagang yang ada di kawasan tersebut saat ini hanya tersisa 97 pedagang yang aktif. Sisanya memilih tutup karena merasa berat menghadapi dampak pandemi.

“Bayangkan saja, kita disuruh buka tapi pelanggan tidak diizinkan masuk. Kita di sini menjual makanan, itu kalau tidak ada yang beli pasti basi. Padahal pedagang di sini punya tanggungan keluarga yang harus dibiayai,” ujarnya.

Di sisi lain, Indari menyesalkan tidak adanya sentuhan bantuan bagi pedagang di eks Pelabuhan Ampenan. Padahal lokasi tersebut menurutnya menjadi ikon Kota Mataram, di mana para pedagang di sana juga membutuhkan perhatian.

“Di sini semuanya punya tanggungan. Terutama hutan koperasi yang setiap hari datang menagih, sedangkan pendapatan per hari hanya Rp5-20 ribu, bahkan sering tidak ada. Tolonglah, kami juga butuh dilihat. Kalau begini situasinya, kami menyerah!” tegasnya.

Kepala Lingkungan Melayu Bangsal, Sukini menyebut aspirasi para pedagang tersebut sebelumnya telah dilayangkan melalui surat resmi ke beberapa OPD terkait. Namun sampai saat ini belum ada respon lebih lanjut terkait hal tersebut.

“Kami meminta supaya pedagang di sini diperhatikan juga. Mereka tidak pernah mendapat bantuan yang kecil sekalipun, apalagi yang besar. Hanya beberapa saja di sini yang sudah tersentuh bantuan, itupun tidak seberapa (untuk bertahan hidup). Sedangkan setiap harinya pendapatan tidak ada, karena sepi pengunjung,” ujarnya.

Di sisi lain, banyaknya tagihan pinjaman koperasi yang menjerat warganya diharapkan menjadi perhatian pemerintah juga. Mengingat dari koperasi-koperasi tersebut saat ini tidak ada relaksasi atau keringanan, meskipun pedagang masih terdampak pandemi.

“Koperasi-koperasi itu datang, menyuruh warga menjual apa yang dipunyai warga. Ini yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Pedagang di sini sudah mengikuti semua aturan pemerintah. Ketidak disuruh tutup, mereka tutup. Tapi setelah itu tidak ada tindak lanjut apa-apa,” sesalnya.

Pihaknya berharap masalah-masalah tersebut bisa menemukan solusi. Dengan demikian, kelompok pedagang di salah satu objek wisata andalan Kota Mataram tersebut bisa tetap bertahan di tengah masa sulit yang masih terus berlangsung akibat pandemi Covid-19. (bay)