Daftar Pekerjaan Rumah untuk Para Pejabat Baru Pemprov NTB

0

Mataram (Suara NTB) – Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, Rabu, 8 Januari 2020, melantik dan mengambil sumpah jabatan Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) NTB, I Gede Putu Aryadi, S. Sos, MH dan Kepala Dinas Perindustrian (Disperin) NTB, Nuryanti, SE, ME. Apa program prioritas dua pejabat yang dilantik hasil seleksi terbuka yang dilakukan Pansel JPT Pratama Pemprov NTB, Desember 2019 lalu?

Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) NTB mendorong berjalannya program NTB Satu Data dengan lebih maksimal. Khususnya untuk mewujudkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu tujuan utama Pemprov NTB saat ini.

Kepala Diskominfotik NTB, I Gede Putu Aryadi, S. Sos, MH, menerangkan bahwa beberapa langkah strategis akan dilakukan di awal 2020. Diantaranya adalah memberikan bimbingan teknis kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

‘’Karena kunci utama dan terdepan semua program strategis itu di perangkat daerah. SDM yang menangani informasi itu harus komunikatif dan dialogis,” ujar Gede saat dikonfirmasi seusai pelantikannya sebagai pejabat definitif Kepala Diskominfotik NTB, Rabu, 8 Januari 2020 di Ruang Rapat Umum Kantor Gubernur NTB.

Bimbingan teknis tersebut utamanya untuk menjamin konsolidasi PPID di masing-masing OPD dengan PPID Utama, dalam hal ini Diskominfotik NTB. Seluruh mekanisme tersebut akan didukung juga dengan arahan dari Badan Pusat Statistik (BPS) NTB selaku Pembina PPID.

‘’NTB Satu Data itu menjadi prioritas kita. Karena pemerintahan yang terbuka tanpa dukungan data itu nonsense,’’ ujar Gede. Dimana pemerintah tidak akan bisa mengambil kebijakan yang bersifat objektif, berintegritas dan faktual tanpa dukungan data. ‘’Makanya di program NTB Satu Data inij harus kita benahi,’’ sambungnya.

Mengingat data yang akan menjadi referensi pembangunan berada di masing-masing OPD dan pemerintah kabupaten/kota, menurut Gede bahwa salah satu upaya yang benar-benar harus dilakukan adalah menemukan satu formula ataupun sistem yang menjamin penyaluran data tersebut secara efektif dan efisien.

‘’Ini datanya banyak sekali yang harus diolah di masing-masing perangkat daerah dan kabupaten/kota,’’ ujarnya.

Untuk itu, Diskominfotik NTB bersama-sama dengan BPS NTB disebut tengah menyusun sebuah sistem verifikasi dan analisis data. Khususnya untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang tengah dihadapi. Sampai saat ini, kabupaten/kota yang dijadikan percontohan untuk itu antara lain Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Utara, dan Kota Bima.

Dicontohkan seperti data kemiskinan yang seringkali salah sasaran karena tidak terverifikasi. Padahal salah satu metode pengumpulan data statistik sektoral harus terjamin validitas data itu sendiri. Terlebih ada beberapa OPD yang disebut memiliki jenis data yang sama dengan hasil yang berbeda, termasuk untuk data kemiskinan dan lain-lain.

‘’BPS dan kami (Diskominfotik NTB, red) berkoordinasi menetapkan siapa perangkat daerah yang menjadi leading sector yang bertanggung jawab mengeluarkan data itu,’’ ujar Gede. Tantangan terberat yang harus dihadapi adalah kemauan masing-masing OPD dan pemerintah daerah yang menguasai data untuk bekerja sama.

Jadi PR Besar

Sementara itu, Dinas Perindustrian (Disperin) NTB mencatat sebanyak 17.113 industri kecil menengah (IKM) tak mempunyai izin di NTB. Belasan ribu IKM tak berizin tersebut masuk kategori IKM non formal. Dengan tidak memiliki izin, artinya belasan ribu IKM yang dominan bergerak dalam bidang industri makanan dan minuman tersebut tidak bisa mengurus sertifikasi halal dan lainnya.

‘’Itu PR terbesar kami,’’ kata Kepala Disperin NTB, Nuryanti, SE, ME dikonfirmasi usai dilantik kemarin. Nuryanti menyebutkan, jumlah IKM yang punya izin di NTB baru 13.150 IKM. Artinya, jumlah IKM yang tidak berizin jauh lebih banyak dibandingkan yang sudah berizin. Ia menjelaskan penyebab banyaknya IKM yang belum berizin. Karena Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bergerak di sektor hulu melakukan pelatihan tetapi IKM tidak didampingi sampai mengurus perizinannya.

‘’Kalau tak punya izin, tidak bisa mengurus sertifikasi halal dan lain-lain apalagi SNI (Standar Nasional Indonesia). Yang belum punya izin itu dominan IKM yang bergerak di bidang industri makananan dan minuman,’’ jelasnya.

Akibat tidak memiliki izin, maka IKM NTB tak memiliki daya saing. Akibat tak memiliki izin, maka mereka akan kesulitan di pasar. Untuk itu, ia mengatakan Pemprov menargetkan setiap tahun terjadi peningkatan pertumbuhan industri di NTB sebesar satu persen.

Mendorong pertumbuhan industri, kata mantan Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi Bappeda NTB ini tak bisa hanya dilakukan Pemerintah Provinsi. Tetapi Pemprov akan memfasilitasi Pemda kabupaten/kota untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan.

Ia menjelaskan, persoalan perizinan IKM berada di tingkat kabupaten/kota. Bahkan sekarang sudah ada sampai di level kecamatan. Masih banyaknya IKM yang belum berizin, kata Nuryanti karena faktor kesadaran. Padahal sekarang sudah bisa mengurus perizinan secara online.

‘’Mungkin nanti ada terobosan dari Dinas kabupaten/kota, kita coba rakor. Mulai dari dinas kesehatan yang mengeluarkan PIRT. Karena dari situ dasar semua perizinan. Kita menyamakan prosedur PIRT. Itu biayanya nol,’’ katanya.

Menurutnya, Kota Mataram dan Lombok Barat sudah menerapkan kebijakan ini. Hal inilah yang akan direplikasi ke kabupaten/kota lain di NTB, supaya ada kebijakan yang seragam kaitan dengan pengurusan perizinan IKM.

Selain itu, kata Nuryanti, pihaknya akan menggenjot pendampingan kepada IKM yang ada di NTB. Salah satu terobosan yang dibuat dengan membangun pojok industri provinsi di Kantor Disperin NTB. (bay/nas)