Mataram (Suara NTB) – Sebagian warga korban gempa terpaksa masih bertahan di tenda darurat, sambil menunggu penyelesaian rumah rusak melalui anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Harapan itu semakin terang setelah Kamis, 14 Maret 2019 kemarin pencairan dari pusat diteruskan ke rekening BRI. Jumlah ini akan melengkapi pencairan tahap pertama sebelumnya Rp3,5 triliun.
Keluhan warga tinggal di tenda darurat disampaikan Kepala Dusun (Kadus) Medas Bawah Bageq, Desa Tamansari, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, Lukmannul Hakim. Ditemui di pemukiman setempat, Kamis pagi kemarin, disebutnya, ada 60 Kepala Keluarga (KK) yang masih tinggal di tenda darurat dan berbagai jenis hunian sementara lainnya. Kondisi rumahnya rusak berat. Di luar 60 KK itu, ada rumah rusak ringan dan rusak sedang, namun kondisinya juga sama. Masih banyak yang tinggal di tenda darurat. ‘’Bahkan tendanya sudah ada yang lapuk,’’ kata Kadus.
Dia berharap, agar realisasi rumah rusak sedang dan ringan dipercepat perbaikannya. Lebih khusus untuk penanganan rumah rusak berat, karena pencairan baru 50 persen atau Rp25 juta dari total yang dialokasikan Rp50 juta. Sementara struktur bangunan belum tuntas sampai atap. ‘’Makanya kita tunggu realisasi bantuan yang 50 persennya lagi. Kami dan warga umumnya berharap segera ada realisasi,’’ harap Lukmanul Hakim.
Merespons Dansatgas rehabilitasi dan rekonstruksi dampak gempa Lombok – Sumbawa, Kol. CZI. Ahmad Rizal Ramdhani memastikan sudah ada pencairan dari Kementerian Keuangan RI. Sisa dana Rp1,6 triliun sudah ditransfer Rabu (13/3) ke rekening BNPB. ‘’Selanjutnya, kalau tidak hari ini (kemarin), besok (hari ini), itu ditransfer ke BRI,’’ ujar Danrem.
Dengan dana transfer itu, diharapkan akan menambah percepatan penanganan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) dan fasilitator. Karena pantauannya di lapangan, masih banyak warga yang tinggal di hunian sementara, bahkan masih ada yang bertahan di tenda darurat.
Sementara untuk pengerjaan rumah rusak berat, diakui belum tuntas dengan Rp25 juta per KK untuk tahap pertama. Konstruksi rata-rata hanya sampai di penembokan, untuk jenis rumah instan sederhana sehat (Risha) maupun rumah instan konvensional (Riko).
Banyak faktor penghambat ditemukan di lapangan, padahal batas waktu pengerjaan sampai 12 April mendatang. Hambatan soal selera masyarakat terdampak gempa yang berubah ubah. Mereka sebelumnya sudah mendapat bantuan jenis Risha atau Riko, tiba-tiba ganti selera ke Rumah Instan Kayu (Rika) atau jenis Conwood.
‘’Ini yang membuat kerja ulang lagi, bikin sket ulang, RAB ulang. Makanya kita sudah tegaskan ke warga, jangan justru jadi penghambat percepatan proses ini,’’ tegasnya.
Sejauh ini jumlah rumah yang tertangani memang masih terbatas. Jumlah rumah tahan gempa (RTG) yang sudah selesai dibangun dan sedang dalam proses 13.301 unit, bertambah 435 unit dari data sebelumnya. Dengan rincian, Risha sejumlah 3.752 unit, selesai dibangun 453 unit, Rika sejumlah 2.828 unit dan selesai 222 unit, Riko sejumlah 6.096 unit dan selesai 390 unit, RCI sejumlah 40 unit dan Risba sejumlah 585 unit, selesai 130 unit. (ars)