BPKP Pantau Kasus Aset Gili Trawangan

0

Mataram (Suara NTB) – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedang mengatensi kasus aset Pemprov NTB yang bermasalah Gili Trawangan, Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Bentuk atensi BPKP, dengan terus memantau perkembangan kerjasama yang disepakati antara PT. Gili Trawangan Indah (GTI) dengan Pemprov NTB yang berlangsung selama 70 tahun.

“BPKP juga memonitor permasalah aset tersebut,” kata Kepala BPKP RI Perwakilan NTB, Agus Puruhita Arga Purnomo Widodo kepada Suara NTB, Selasa, 26 November 2019.

Peluang masuk kewenangannya dalam masalah ini adalah audit review.   Sasaran review adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan entitas pelaporan telah disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Khusus yang dilakukan review adalah perjanjian kerjasama dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) antara Pemprov NTB dengan PT. GTI.

‘’Kami siap kalau ada permintaan review ataupun evaluasi atas perjanjian tersebut, baik dari Pemprov maupun dari APH,’’ jelasnya.

Terlebih sebelumnya sudah ada catatan Kejaksaan Tinggi NTB, bahwa ada indikasi perbuatan melawan hukum pada aset yang ditelantarkan investor tersebut. Padahal nilai aset diperkirakan mencapai Rp2,3 triliun.

BPKP menurutnya bisa mengkaji masalah dibalik berlakunya kerjasama antara PT. GTI dengan Pemprov NTB tersebut.

‘’Kami siap kalau ada permintaan reviu ataupun evaluasi atas perjanjian tersebut, baik dari Pemprov maupun dari APH,’’ ujarnya.

Selain memberi masukan untuk mengurai masalah Gili Trawangan, sejumlah aset wanprestasi yang dikelola pihak ketiga juga jadi atensi BPKP dengan berkoordinasi dengan KPK.

Hasil koordinasi itu sudah diteruskan ke Pemprov NTB agar segera ditindaklanjuti. Menurut Agus, untuk penuntasan aset bermasalah harus segera dilakukan inventarisasi, ditindaklanjuti dengan review.

Selanjutnya, Pemprov harus bisa memilah sesuai aspek akuntabilitas. Inspektorat Provinsi NTB sebagai Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) didorong ada di depan untuk proses inventarisasi dan memastikan tidak jadi temuan berlanjut.

‘’Tentunya, yang lebih tahu mengenai aset Pemprov yang bermasalah adalah Pemprov NTB itu sendiri. Sehingga kami mendorong APIP Pemprov NTB untuk bisa menjalankan peran assurance dan consulting-nya,’’ saran Agus sebelumnya.

Peran quality assurance atau monitoring dan pemeriksaan aset ini menurutnya dapat membantu Gubernur NTB menemukan solusi atas masalah aset yang berkepanjangan.

Ditambahkan Agus, Pemprov NTB seyogyanya melakukan inventarisasi aset bermasalah dan melakukan kajian dari aspek legal. Dalam kasus lahan wanprestasi di Kota Mataram maupun Gili Trawangan, APIP ataupun BPKP bisa melalukan audit jika ada indikasi merugikan keuangan negara atau daerah. lebih dari itu, dapat juga perbaikan tata kelola aset.

Ditanya lebih jauh soal peluang audit investigasi untuk menemukan kerugian daerah dalam aset wanprestasi ini, menurut Agus perlu kajian regulasi dan kesepakatan yang dibuat sebelumnya.

Menurutnya, harus dilihat konteks wanprestasi yang berarti perusahaan tidak bisa memenuhi kewajibannya. ‘’Mesti dilihat perjanjiannya seperti apa? Ada pasal denda, misalnya. Atau eksekusi jaminan, jadi agak ke keperdataan,’’ ujarnya. Jika ingin lebih jauh, maka harus dilihat dan dikaji konteks wanprestasi sehingga ditemukan simpul persoalan.

Sebagaimana aset Pemprov 40 hektar di Gili Trawangan, “digantung” dengan Hak Guna Usaha (HGU) selama 70 tahun namun wanprestasi. Pemprov tidak dapat apa apa. Sementara perputaran uang terus mengalir di atas lahan karena dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis dan perdagangan.  (ars)