Terdakwa Korupsi Bibit Kedelai Tambora Dihukum 3,5 Tahun Penjara

0
Terdakwa Nurdin menyalami majelis hakim usai menghadapi sidang vonis, Rabu, 16 Januari 2019 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram. (Suara NTB/why)

Mataram (Suara NTB) – Terdakwa korupsi proyek Pengadaan Bibit Kedelai di Kecamatan Tambora, Bima Tahun 2015, Nurdin bin Abdulrahman dihukum penjara selama tiga tahun enam bulan. Mantan Kepala UPT Pertanian Kecamatan Tambora ini terbukti korupsi Rp801,2 juta.

Ketua majelis hakim, Ferdinand M Leander menjatuhkan vonis yang dibacakan dalam persidangan, Rabu, 16 Januari 2019 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram.

Terdakwa Nurdin terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 UU RI No 20/2001 tentang perubahan atas UU RI No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Oleh karenanya menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Nurdin selama tiga tahun enam bulan dikurangi selama terdakwa di dalam tahanan,” ujarnya didampingi hakim anggota Abadi dan Fathurrauzi.

Selain itu, hakim juga menjatuhi terdakwa dengan pidana denda Rp50 juta, jika tidak dibayar maka harus diganti dengan kurungan dua bulan.

Terdakwa dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp801,2 juta. Dalam hal terdakwa tidak sanggup, maka harta bendanya disita dan dilelang. Jika tidak punya harta benda, terdakwa wajib menggantinya dengan penjara satu tahun.

Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa lebih ringan. Jaksa sebelumnya menuntut hakim agar menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun, denda Rp200 juta subsidair tiga bulan, dan pengganti kerugian negara Rp801,2 juta apabila tidak dibayar diganti penjara 2 tahun enam bulan.

Terdakwa terbukti bersalah menyimpangkan dana program peningkatan produksi kedelai di Kecamatan Tambora Tahun 2015 untuk lahan seluas 650 hektare.

Dari total anggaran sebesar Rp1,1 miliar, dana yang dipakai hanya Rp138 juta. Itu untuk membeli bibit, obat tanaman, dan pupuk.

Dalam pengajuan proposal, terdakwa membuat 25 kelompok tani fiktif yang tidak memiliki SK Kepala Desa, tidak membuat RUK dan SPJ, dan tanpa berita acara serah terima.

Dalam perencanaan, kebutuhan bibit 30 ton atau setara 30.000 kg. Namun yang disalurkan hanya 8.625 kg. Total kebutuhan 2.500 liter obat yang dipenuhi hanya 1.500 liter.

Terdakwa melalui penasihat hukumnya, Marhaeni mengungkapkan telah menitip sertifikat tanah seluas 5 are yang terletak di Kota Bima. Sertifikat itu sebagai jaminan pengganti kerugian negara.

“Kalau ditaksir itu harganya Rp275 juta. Sudah ada yang mau beli Rp250 juta,” ucapnya mengungkap upaya kliennya membayar uang pengganti kerugian negara.

Sementara jaksa penuntut umum, Wayan Suryawan mengaku masih pikir-pikir menanggapi putusan hakim tersebut. (why)