Kilas Balik : Bang Zul Kritisi Kebijakan Nasional di Depan Pengusaha Papan Atas

0

Mataram (suarantb.com) – Kiprah Calon Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah di pentas nasional sesungguhnya sudah terlihat dengan jelas. Misalnya, saat ia memukau ratusan pengusaha papan atas nasional yang tergabung dalam Apindo, di awal 2009 lalu.

Kala itu, tokoh yang akrab disapa Bang Zul atau Dr. Zul ini bahkan belum genap berusia 40 tahun. Di usia semuda itu, ia sudah berani tampil memaparkan ulasan memukau soal kebijakan di sektor pertanian, industri dan teknologi di depan ratusan pengusaha papan atas yang tergabung dalam Apindo.

Melalui acara yang bertajuk Pengusaha Bertanya, Parpol Menjawab itu, Bang Zul menyampaikan, butuh otak-otak cemerlang anak bangsa untuk mengembangkan pertanian di Indonesia. Bukan menganggap pengembangan sektor pertanian hanya sekedar memanfaatkan teknologi sederhana.

“Banyak policy makers kita menyangka bahwa pembelajaran teknologi di sektor pertanian itu mudah. Jadi investasi kita untuk menambah nilai jual susah diimplementasikan karena mentang-mentang pertanian gitu, teknologi itu direduksi sebatas hal-hal yang sederhana,” sahutnya beberapa waktu lalu.

Perencanaan pengembangan pertanian di Indonesia maupun di NTB khususnya, harus benar-benar dipahami para pemangku kepentingan. Tidak hanya teknologi, namun sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan juga harus disiapkan. Bisa saja dengan membawa para doktor, ahli pertanian yang betah di luar negeri untuk kembali dan membangun daerahnya.

“Berapa PhD yang harus concern betul dalam bioteknologi misalnya? Karena negara kecil seperti Thailand agriculturenya bagus karena technology dan capability buildingnya itu lama. Tidak ujug-ujug tomat tiba-tiba dalam kaleng kemudian tanpa proses teknologi,” semburnya.

Bang Zul, sapaan akrabnya menilai pemerintah abai pada kapabilitas SDM yang dimiliki guna mengembangkan sektor pertanian. Ia mengaku tak banyak anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk memberdayakan orang-orang pintar tersebut.

“Perlu ada apresiasi yang memadai pada anak-anak bangsa yang punya otak gitu. Jangan kita ngomong add value, teknologi gini-gini tapi tidak ada yang mempersoalkan itu secara serius,” imbuhnya.

Diketahui, Indonesia saat ini menjadi penghasil teh nomor enam terbanyak di dunia, penghasil kopi nomor empat, cokelat nomor tiga, penghasil cengkeh terbesar di dunia, lada putih nomor satu di dunia dan banyak produk pertanian lainnya.

Namun, mayoritas produk tersebut diekspor dalam bentuk barang mentah dan sebagian kembali ke tanah air dalam bentuk produk jadi dengan nilai yang jauh lebih tinggi. nilai tambahnya dinikmati oleh negara lain. Hal serupa juga terjadi di NTB, seperti biji kopi Sembalun yang pengolahannya menjadi bubuk kopi berkualitas dilakukan di Jakarta, bukan di Lombok. (*)