Jason Tolak Patung-Patung di Gili Meno Diangkat

0

Mataram (suarantb.com) – Pembuat patung yang berada di bawah laut Gili Meno, Jason deCaires Taylor menolak jika patung-patung tersebut diangkat. Demikian disampaikannya menjawab suarantb.com melalui surat elektronik (surel) Jumat, 18 Agustus 2017. Berikut isi surel yang dikirim oleh pria kelahiran London Inggris itu.

Yes I would certainly not like to see it removed. Soon it will be covered with brights corals and sponges.
The vision behind the sculptures is to use figurative works to give the appearance of an organic large scale human nest. I wanted to show that humans are not always destructive toward the environment but can be supportive and provide area for nature to thrive.
It represents a nurturing space for marine life to inhabit and proliferate – a metaphor for interlocking of ideas and connectivity.
The circular installation is designed to evoke a feeling of continuum and sustainability, an inevitable reference to the circle of life. Its inter woven units provide ideal habitat refuge for schooling fish and its surfaces a new platform for coral.
Over the years as marine life takes hold of the work it will add further layers and complexity creating an invaluable space for life to thrive. 
I wanted people viewing the Nest to understand that everything is connected, to look at ourselves as part of the marine world not just a viewers looking in.
Best wishes Jason

Dalam surel tersebut Jason menyatakan penolakan jika patung-patung tersebut diangkat. “Saya tidak ingin itu diangkat atau dipindahkan. Karena itu akan segera ditutupi lapisan karang dan spons warna-warni,” ucapnya.

Alasannya juga, dengan bentuk patung serupa sarang raksasa yang dinamainya Nest, ia ingin menunjukkan bahwa manusia tidak hanya bisa merusak, tapi juga bisa mendukung dan menyediakan tempat bagi alam untuk bertahan.

“Bertahun-tahun nanti kehidupan di laut akan mengambil alih patung-patung itu. Akan ada lapisan lanjutan dari terumbu karang dan spons yang lebih kompleks, hingga bisa jadi area bagi hewan-hewan laut untuk bertahan hidup,” tandasnya.

Sebelumnya, Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU), H. Najmul Akhyar tegas menolak aktivitas pembuangan patung di kawasan Gili tersebut. Ia meminta untuk diangkat. Terlebih lagi desain patung-patung itu sedikit mengarah ke pornografi.
“Jangan menilai seni itu seni an sich ya, tetapi juga dikaitkan dengan etika. Sehingga saya berharap kita bersama saling mengingatkan. Kita minta supaya (patung) diangkat saja,” kata Najmul Akhyar, dikonfirmasi wartawan, Selasa, 15 Agustus 2017.

Bupati menegaskan, promosi pariwisata Lombok Utara cukup diperkenalkan melalui keindahan alam yang dimilikinya. Pemandangan alam yang natural dan tersebar dari Pemenang hingga Bayan dirasa sudah mampu menarik minat wisatawan.

Sebaliknya ia khawatir, nilai seni patung bawah laut justru akan menjadi ikon pariwisata Lombok Utara. Di mana keberadaan patung ia anggap tidak relevan dengan nilai agama, karakter dan budaya masyarakat Lombok Utara.

“Cukup sudah kita bersosialisasi dengan keindahan alam kita, tak perlu lah bersosialisasi seperti itu. Karena ketika menjadi ikon kan susah kita. Seakan pornografi itu menjadi ikon pariwisata di Lombok Utara,” tegasnya. (ros)