Mataram (suarantb.com) – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) NTB menyambangi Kantor Gubernur NTB. Kedatangan puluhan massa untuk memperingati Hari HAM 2016 yang jatuh setiap tanggal 10 Desember.
Dengan membentuk barisan, massa aksi meneriakan tuntutan-tuntutan yang dinilai hingga saat ini belum terealisasikan. Kordinator FPR NTB, Zul Harmawadi menyuarakan banyaknya petani di NTB yang menjadi korban dari konflik agraria yang muncul di NTB.
Di Sembalun Bumbung, ia menyebutkan, seorang petani dipidana akibat terlibat konflik agraria. Di Belantik, Sambelia tiga petani turut bernasib sama, sementara di Desa Bebidas, Wanasaba, tiga petani divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Selong. Kemudian di Sekaroh, Jerowaru, seorang petani lainnya bernasib sama. Terakhir di Pekat, Dompu empat buruh perusahaan dipidana lantaran dituduh merusak mesin boiler perusahaan.
Selain itu massa aksi juga menyuarakan mahalnya biaya pendidikan tinggi pada masing-masing kampus di Mataram. Menurut mereka, mahalnya biaya SPP tidak sebanding dengan kebebasan berorganisasi yang ada.
“Selain itu kami menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Melalui PP No.78/2015. Ini merupakan skema politik upah murah yang selama ini telah membelenggu dan merampas upah buruh,” ujar Zul Harmawadi dalam orasinya.
Peringatan Hari HAM Sedunia yang bertajuk “Stop Kekerasan dan Ekploitasi Sumber Kehidupan Rakyat dari Skema Perluasan Hutan Pariwisata,Tambang, dan Perkebunan Skala Luas” ditutup dengan pembacaan tuntutan yaitu :