Warga Pengembur Tutup Paksa Pabrik Pemecah Batu

0

Praya (Suara NTB) – Sebuah pabrik pemecah batu yang berada di Desa Pengembur Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng), Jumat, 3 Januari 2020, ditutup paksa oleh warga desa setempat.

Penutupan dilakukan sebagai bentuk protes atas keberadaan pabrik yang dinilai mengganggu warga sekitar tersebut. Selain itu, keberadaan pabrik tersebut dinilai mengancam keberadaan situs sejarah milik warga setempat.

Informasi yang diperoleh Suara NTB, menyebutkan, sebelumnya, beberapa hari yang lalu, sempat ada pertemuan antara warga dengan pihak pengelola pabrik di kantor Desa Pengembur. Pada pertemuan tersebut, pihaknya pengelola pabrik sepakat untuk menghentikan aktivitas pabrik. Lantaran warga juga khawatir bisa terjadi bencana longsor dan banjir.

Namun ternyata pihak pengelola pabrik tidak mengindahkan kesepakatan tersebut. Dan, malah melanjutkan aktivitas pabrik. Warga semakin dibuat kesal, karena pihak pengelola pabrik diduga membayar beberapa warga untuk membuat pernyataan. Sehingga seolah-olah warga mendukung keberadaan pabrik tersebut.

Aksi warga saat menghentikan aktivitas pabrik pemecah batu di Pengembur, Loteng, Jumat, 3 Januari 2020. (Suara NTB/ist)

Puncaknya, pada Jumat kemarin puluhan warga kemudian mendatangi lokasi pabrik yang berada di Gunung Tele Desa Pengembur. Warga lantas memaksa pekerja dan operator alat berat untuk menghentikan seluruh aktivitasnya. Sejumlah aparat kepolisian sempat berusaha menenangkan warga. Namun gagal, lantaran kalah jumlah.

Warga yang datang dengan membawa senjata tajam, malah semakin ganas. Tidak hanya menghentikan seluruh aktivitas pabrik, sejumah alat berat dilempari dan dirusak warga. Sejumlah alat elektronik milik perusahaan serta pekerja PT. Berkah Batu Pengembur, juga ikut dijarah warga.

“Warga tampaknya kesal karena kesempatan awal dengan pihak pabrik untuk menghentikan sementara aktivitas pabrik tidak diindahkan,” sebut Artayadi, warga setempat. Usai menjalankan aksinya dan setelah memastikan seluruh aktivitas pabrik berhenti, warga kemudian membubarkan diri.

Total ada sekitar lima dusun yang terkena dampak pabrik tersebut. Dan, hampir seluruh warga menolak pabrik tersebut. Selain mengancam kelestarian lingkungan juga dikhawatirkan berdampak pada kondisi kesehatan warga sekitar.

Dalam proses pengajuan izin kegiatan pabrik tersebut, warga sekitar juga tidak pernah dilibatkan. Warga tahunya sudah ada pabrik pemecah batu berdiri di lokasi yang berdekat dengan situs sejarah yang disakralkan oleh warga setempat. Lokasi pabrik seluas sekitar 4 hektar tersebut awalnya dibeli oleh salah seorang warga setempat dari warga Desa Tanak Awu. Untuk dijadikan lokasi pabrik pemecah batu.

Terpisah, Kapolsek Pujut AKP Herman, mengaku kalau kasus tersebut sudah ditangani oleh Polres Loteng. Setelah pihak pabrik melaporkan dugaan pengerusakab ke Polres Loteng.

“Kasus sepenuhnya ditangani langsung Polres Loteng,” terangnya.

Warga sebut Herman, intinya ingin mempertahankan salah satu situs Batu Rantok yang dikhawatirkan rusak akibat aktivitas pabrik tersebut. Selain karena memang khawatir akan adanya ancaman bencana banjir dan longsor akibat dari aktivitas pabrik tersebut. (kir)