Masyarakat Tolak Rencana Kenaikan Pendapatan Anggota Dewan

0

Praya (Suara NTB) – Rencana kenaikan pendapatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) diprotes elemen masyarakat di Loteng. Mereka menganggap kenaikan pendapatan anggota DPRD belum waktunya, karena kondisi anggaran daerah yang belum begitu memadai. Di satu sisi, masih banyak program pembangunan daerah yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat umum yang butuh untuk dibiayai.

Menurut Ketua Formapi NTB, Ihsan Ramdani, Selasa, 10 Januari 2017, seharusnya anggota DPRD Loteng lebih fokus untuk memikirkan bagaimana bisa mengatur anggaran supaya banyak program pembangunan yang bisa dibiayai. Bukan malah memikirkan bagaimana menaikkan pendapatan bagi anggota Dewan itu sendiri.

“Dengan melihat kondisi anggaran daerah saat ini, belum layak kenaikan pendapatan bagi anggota Dewan tersebut. Jadi kita berharap rencana tersebut dipikirkan matang-matang terlebih dahulu,” ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, anggota DPRD Loteng, H. Ahmad Supli, S.H., mengaku kenaikan pendapatan bagi anggota DPRD Loteng, baru wacana, sehingga tidak perlu untuk diperdebatkan sesungguhnya. Karena Dewan sampai saat ini belum membahas wacana tersebut. Pada APBD Loteng tahun 2017 ini, kenaikan pendapatan bagi anggota Dewan juga belum dianggarkan.

Begitu juga, jika melihat kondisi sekarang ini, kenaikan pendapatan bagi anggota Dewan sudah sangat layak. Pasalnya, pendapatan yang diterima oleh anggota Dewan tidak sepenuhnya dinikmati oleh anggota Dewan itu sendiri. Banyak masyarakat yang juga ikut menikmati pendapatan anggota Dewan.

“Anggota Dewan itu beda dengan pegawai. Walaupun pendapatan yang diterimanya lumayan besar, tapi tidak sepenuhnya dinikmati anggota Dewan bersangkutan. Masyarakat selaku konstituen para anggota Dewan tersebut juga ikut menikmati,” terangnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Loteng, M. Samsul Qomar, mengatakan sejumlah tunjangan yang diterima para anggota DPRD Loteng diwacanakan bakal naik pada tahun 2017 ini. Salah satu tunjangan perumahan dari Rp 7,5 juta per bulan menjadi Rp 9 juta per bulan. Belum lagi tunjangan operasional di lapangan. (kir)