Literasi Keuangan Rendah, Masyarakat NTB Banyak Terjerat Rentenir

0

Mataram (suarantb.com) – Salah satu faktor rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat NTB, menurut pengamat ekonomi Dr. Firmansyah adalah  adanya substitusi atau pihak yang menggantikan posisi perbankan dan lembaga keuangan lainnya di  masyarakat.

Di lapangan, fakta menunjukkan bahwa banyak dari masyarakat yang memang menggunakan jasa rentenir atau tengkulak dalam menopang kebutuhan hidup mereka.

Berdasarkan penelusuran suarantb.com di pasar tradisional Kebon Roek, Ampenan, Jum’at, 17 Februari 2017, sejumlah pedagang mengaku masih mengandalkan jasa para rentenir dalam mengembangkan  usaha bisnis mereka.

Salah seorang pedagang sayuran, Susi (27), mengaku mengandalkan jasa rentenir untuk mendapatkan modal berjualan sayur.

“Saya pinjam di orang (rentenir) yang nawarin pinjaman uang di sini. Kemarin saya baru aja pinjam satu juta, sehari bayar Rp 20 ribu aja, bunganya Rp 200 ribuan kalo pinjam sejuta,” tuturnya.

Diakui Susi, mayoritas pedagang di pasar itu mengandalkan jasa rentenir. Bunga pinjaman yang diberlakukan para rentenir tergantung jumlah uang yang dipinjam. Angsuran pinjaman beserta bunga, dibayar menggunakan sistem pembayaran harian.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Sri (38), pedagang sayuran yang juga memanfaatkan jasa rentenir di pasar Kebon Roek.

“Kalau pinjaman Rp 5 juta, kalau mau dibayar selama 100 hari, per hari bayar Rp 65 ribu. Kalau yang 60 hari baru bayar Rp 100 ribu. Tapi enak ndak ada jaminannya itu,” ujarnya.

Sri dan Susi adalah satu diantara ratusan pedagang sayur yang mengandalkan jasa rentenir. Umumnya, mereka mengaku lebih merasa nyaman dan mudah untuk meminjam direntenir dibanding harus meminjam di perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Diakui Sri dan Susi, para rentenir yang beroperasi di pasar tersebut berjumlah puluhan orang. Mereka mengaku kemudahan yang diberikan rentenir, seperti tidak adanya jaminan, menjadi alasan mereka lebih memilih meminjam di rentenir. meskipun bunga yang ditetapkan terbilang cukup besar.

“Enakan pinjam uang di sini daripada di bank, ribet, persyaratannya banyak juga. Kalau ini kan enak gampang, mau minjem tinggal minjem ndak ada tanggungan. Kalau udah dipercaya mau telat bayar kadang mereka juga izinin,” ujar Susi.

Sebelumnya, OJK menyatakan bahwa tingkat literasi keuangan di NTB berada di urutan ke-35 dari 36 povinsi. Dengan indeks literasi keuangan yang hanya 22,35 persen. Terpaut jauh dari tingkat literasi nasional sejumlah 29,66 persen. (hvy)