Pemberdayaan Masyarakat Harus Jadi Prioritas dalam Penataan Kota Tua Ampenan

0

Mataram (Suara NTB) – Negara maju seperti Paris memiliki Kota Tua di Grande Ile Strasbourg. Pemerintahannya mengedepankan kearifan lokal. Keberagaman etnis yang tinggal di kota tua dimanfaatkan dengan menyuguhkan kuliner beraneka macam. Makanan Cina, Arab, Turki hingga makanan khas kota setempat dijajakan di sepanjang jalan. Sehingga, wisatawan bebas memilih sesuai selera mereka.

Berbagai etnis di Kota Tua Grande Ile di Strasbourg tidak jauh berbeda dengan Kota Tua Ampenan. Berbagai etnis hingga kini menetap. Arab, Melayu, Cina, dan penduduk lokal berbaur. Sepanjang jalan Niaga dan Pabean Ampenan. Warga keturunan Cina dan Arab membuka toko kelontong. Dari sisi ornamen toko kelontong tidak ada perubahan. Hanya saja, bangunan bersejarah butuh perawatan.

Kota Tua Ampenan terletak di dua Kelurahan. Kelurahan Ampenan Tengah dan Bintaro Kecamatan Ampenan. Kelurahan Ampenan Tengah dengan luas 59 hektar dihuni oleh 12.013 jiwa. Penduduk di sana mayoritas keturunan Arab, Melayu dan Cina. Sementara, Kelurahan Bintaro dengan luas wilayah 81,7 hektar dihuni oleh 10.907 jiwa. Berbeda dengan Ampenan Tengah. Penduduk di Bintaro hanya sebagian kecil berketurunan Cina dan Arab. Selebihnya adalah warga keturunan Bugis dan Lombok.

Jika Pemkot Mataram serius menjadikan Kota Tua Ampenan sebagai cagar budaya dan tercatat sebagai peninggalan bersejarah Unesco, banyak persoalan yang meski dirampungkan. Bukan saja persoalan fisik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di sekitar Kota Tua Ampenan perlu dipikirkan.

Persoalan pendidikan di Ampenan Tengah dan Bintaro masih menjadi persoalan. Dari 12.013 jiwa penduduk di Ampenan Tengah, 2.567 jiwa belum sekolah, 2.594 hanya tamatan sekolah dasar, 1.918 jiwa tamatan sekolah menengah pertama, 4.071 tamatan sekolah menegah atas, 184 warga lulusan Diploma dan 84 warga lulusan perguruan tinggi.

Berbeda halnya dengan Kelurahan Bintaro. Dari 10.907 jiwa penduduk yang menetap 2.617 tidak sekolah, 4.185 lulusan sekolah dasar, 1.851 lulusan sekolah menegah, 2.101 warga lulusan menegah atas, 102 warga lulusan diploma tiga, dan 321 warga lulusan perguruan tinggi (S1).

Sementara itu, dari tingkat atau status pekerjaan masyarakat di Kota Tua Ampenan. Sebanyak 425 warga di Ampenan Tengah berstatus PNS, 1.574 warga pegawai swasta, 7 orang dokter, 1.605 orang wirausaha, 45 orang bekerja sebagai TNI/Polri, 50 orang nelayan, 337 orang buruh, dan 2.075 orang memiliki pekerjaan tidak tetap.

Demikian pula di Kelurahan Bintaro, 117 orang berprofesi sebagai PNS, 371 orang sebagai pegawai, 5 orang dokter, 1.001 wirausaha, 19 orang sebagai TNI/Polri, 848 orang bekerja sebagai nelayan, 487 buruh, dan 2.084 tidak memiliki pekerjaan tetap.

Dari data ini, Pemkot Mataram seharusnya memiliki gambaran seperti strategi untuk melakukan intervensi terhadap Kota Tua Ampenan.

Sebagai daerah pesisir dan keberagaman etnis semestinya menjadi modal untuk menyelaraskan atau memadukan konsep pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ekonomi ini tertuang dalam poin sembilan program eco distrik oleh Pemerintah Prancis di Kota Mataram.

Sayangnya, Pemkot Mataram belum menemukan formula sehingga belum tahu mau dibawa ke mana Kota Tua Ampenan.

Camat Ampenan, Zarkasy menjelaskan, Pemkot Mataram ingin menjadikan Kota Tua Ampenan sebagai branding. Beberapa program menopang sehingga nantinya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisawatan.

Program dimaksud, program pusaka dimana Ampenan menggunakan konsep keaslian bangunan sebagai warisan budaya. Dari segi infrastruktur telah didukung melalui program Kotaku. Terakhir, pemberdayaan ekonomi masyarakat.

“Di sepanjangan Jalan Pabean ditempatkan untuk tradisional food. Etnis Cina, Sasak dan Arab ada di sana. Itu sebagai program pendukung,” jelas Zarkasy belum lama ini.

Dari konsep penataan Kota Tua Ampenan masih sama – sama mencari bentuk. Bentuk itu akan mengerucut sehingga membutuhkan pemikiran program. Pemkot Mataram kata dia, cukup selektif memilih investor yang ingin mengelola Ampenan. Sebab, ada kebijakan kepala daerah secara khusus untuk penanganan. “Investor yang masuk tidak serta merta diterima,” ujarnya.

Zarkasy mengklaim, intervensi pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat cukup banyak di dua kelurahan tersebut. Khusus nelayan telah diberikan asuransi. Ini sebagai bentuk perhatian pemerintah dalam konsep pemberdayaan. Disamping itu ke depan, perlu dibuatkan secara kolektif lokasi pemindangan dan pengolahan hasil tangkapan nelayan.

Kabag Infrastruktur Setda Kota Mataram, M. Nazaruddin Fikri menambahkan, konsep pemberdayaan masyarakat tercantum dalam poin ke sembilan program eco distric. Konsep ini akan jadi andalan dan mesti dikelola serius oleh pemerintah.

Ia mengkomparasikan hasil studinya di Kota Tua Paris bahwa pemberdayaan ekonomi di Paris sangat baik. Keberagaman etnis yang tinggal di kota tua diberdayakan dengan menjual kuliner sesuai ciri khas etnis mereka. “Harapan kita di Kota Tua Ampenan juga seperti itu,” katanya. (cem)