Keroyokan Tangani Rumput Laut

0
M. Putra Sahban, melakukan peninjauan petanirumput laut binannya. Pergantian musim ini mengkibatkan budidaya rumput laut terganggu oleh penyakit ice-ice.(Suara NTB/ist)

Mataram (Suara NTB) – Petani rumput laut sedang bersedih. Rumput laut diserang penyakit, ice-ice.  Hal ini dapat mengganggu produksi krumput laut NTB. M. Putra Sahban, Owner Lombok Food sekaligus pembina petani rumput laut di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa mengatakan, dari hasil kunjungan lapangan, perubahan cuaca ini memang telah memicu munculnya penyakit ice-ice.

Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan kerusakan. “Petani rumput laut memang sedang mempersoalkan penyakit ini. Sebetulnya ice-ice ini penyakit biasa yang terjadi setiap pergantian musim,” katanya.

Setiap musim hujan, perairan pantai menjadi keruh. Akibat lumpur dan sampah yang masuk dari muara. Material itulah yang kemudian menjadi sumber pengganggu pertumbuhan rumput laut. Ice-ice belum ditemukan obatnya. Disinilah perlunya ketelatenan petani merawat rumput laut yang dibudidayakan. Setidaknya, setiap seminggu sekali dilakukan pembersihan material yang menempel sehingga tidak menjadi penghambat pertumbuhannya.

“Kebiasaan petani, begitu lepas, langsung tinggalkan. Nanti pas mau panen baru datang. Harusnya setiap minggu dicek kebersihannya,” katanya. Atau, petani harus melakukan penggantian bibit. Dari rumput laut jenis kotono ke rumput laut hijau, sakul. Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Ir. Sasi Rustandi, M.Si dihubungi terpisah, Jumat, 22 Januari 2021 mengatakan, penanganan penyakit ini akan dilakukan bersama. Sembari menunggu kebijakan dari Menteri Kelautan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono. Bersama beberapa stakeholders UPT KKP di NTB, salah satunya UPT di Sekotong, Lombok Barat diminta dukungannya.

“Kita sudah diskusi dengan UPT pusat. Kita minta teman-teman UPT pusat menangani permasalahan yang ada di NTB. Kita minta misalnya BBL Sekotong untuk ikut berperan. Kita koordinasi, baik budidaya, tangkap, kita harap tidak dilakukan sendiri sendiri lagi,” jelas Sasi. Musim penghujan biasanya memicu terganggunya pertumbuhan rumput laut. Saat yang baik adalah musim kemarau. Kadar garam airnya harus tetap tinggi. Untuk mencegah lebih besar kerusakan budidaya rumput laut, kerjasama dilakukan keroyokan.

“Kita belum terima edaran juga di daerah. Apa kebijakan pak menteri. Kita di daerah dan pusat masih sama sama saling menunggu,” demikian Sasi. Petani rumput laut didorong tetap berproduksi. Diketahui karena pandemi corona ini, permintaan rumput laut juga berkuang. Khususnya untuk ekspor ke China. Hasil produksi petani diarahkan untuk diproduksi sendiri di dalam negeri untuk diolah. Misalnya untuk pembuatan dodol. (bul)