Kasus “Receh” Rp 6 Juta, Seorang Guru dan Kepala Sekolah Diadili

0

Mataram (Suara NTB) – Sidang kedua Selasa, 20 Juni 2017, dengan terdakwa Nurwani, guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Waworada Kabupaten Bima ini masih terlihat lesu. Demikian juga Zakariah, Kepala MTs Al-Qalam Waworada. Ia berjalan gontai keluar dari ruang sidang yang ditunda karena tidak ada satu pun saksi yang hadir.

Kepala sekolah dan guru ini diseret ke Pengadilan Tipikor Mataram oleh jaksa Kejari Bima hanya karena kasus “receh”, lantaran menerima dana beasiswa Rp 6 Juta. Dalam dakwaan JPU, mereka didakwa korupsi dana beasiswa peningkatan akademik bagi guru Raudlatul Atfal (RA) dan madrasah di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat, anggaran 2010 untuk program pascasarjana.

Majelis hakim yang dipimpin AA Putu Ngurah Rajendra, SH.,MH menunda sidang dua pekan depan, untuk agenda yang sama. AA Putu Ngurah Rajendra pada sidang pembacaan dakwaan Selasa, 13 Juni 2017 pekan lalu, sempat kesal setelah mendengar dakwaan JPU Yoga Sukmana, SH. Dia sempat mengira kerugian negara mencapai Rp 6 miliar. Rupanya kerugiannya hanya Rp 6 juta, itu pun sudah dikembalikan.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya, Nurwani ingin kuliah lewat program beasiswa tersebut dengan persyaratan, aktif mengabdi dan diangkat oleh ketua yayasan atau kepala madrasah dalam jangka waktu mengajar selama dua tahun.

Guna memenuhi persyaratan tersebut, Nurwani membuat surat keputusan kepala sekolah serta rekomendasi dari MTs Al-Qalam Waworada. Hanya saja, dia tidak menjadi guru di sekolah tersebut. Zakariah selaku kepala sekolah menandatangani SK pengabdian yang disodorkan terdakwa itu.

Atas dasar itulah, keduanya menjadi tersangka oleh penyidik Polres Bima Kota dan kini menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor. Dalam dakwaan perimer, terdakwa melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor. Sementara dalam dakwaan subsider diduga melanggar pasal 3 Jo pasal 18 dan lebih subsider diduga melanggar pasal 9 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang- Undang RI nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Perbuatan terdakwa sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga menyebabkan kerugian Negara Rp 6 juta,” demikian kutipan dakwaan JPU Yoga Sukmana.

Masih dalam dakwaan JPU, Kanwil Kemenag Provinsi NTB sebelumnya mengeluarkan SK tentang penetapan bantuan tersebut. Rinciannya, sebanyak 158 orang guru kependidikan se-NTB mendapat beasiswa dan 16 orang berasal dari pengajuan yang diusulkan oleh Kantor Kemenag Bima.

Terdakwa Nurwani berada di nomor 141 dari 158 orang yang mendapatkan beasiswa itu. Bantuan tersebut sudah diterima langsung oleh terdakwa lewat rekening dan dicairkan sera digunakan oleh terdakwa atas dasar syarat SK dari MTs Al-Qalam itu.

Kuasa hukum terdakwa, Yan Mangandar,S H juga menyesalkan kasus itu dibawa ke Pengadilan. Padahal kliennya sudah mengembalikan uang Rp 6 juta tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban. Hanya saja kliennya mengakui tidak pernah mengajar di sekolah tersebut, sehingga SK itu memang fiktif. Tidak dipungkiri bahwa pengembalian kerugian tidak menghapus perbuatan pidana.

“Tapi kalau diukur dengan biaya yang dikeluarkan untuk sidang, saya yakini lebih banyak uang negara yang dikeluarkan,” sorotnya.

Tapi yang diherankannya, kasus itu sebenarnya sudah lama menggantung sejak tahun 2013 lalu. Namun baru diangkat tahun 2017. Pada rentan waktu tersebut kasus ini menurutnya mestinya selesai setelah dilakukan pengembalian oleh tersangka. (ars)