Kades di Loteng Tolak Data Penerima Rastra

0
Rapat koordinasi antara kades dengan Pemkab Loteng di kantor Bupati Loteng, Sabtu,  9 Maret 2019. Pada kesempatan itu, para kades menolak data penerima bansos rastra tahun 2019. (Suara NTB/kir)

Praya (Suara NTB) – Para Kepala Desa (Kades) se-Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) menolak data penerima bantuan sosial (bansos) beras sejahtera (rastra) tahun 2019, lantaran banyak penerima bansos yang tidak sesuai dengan kondisi di bawah. Para kades pun meminta data penerima bansos tersebut divalidasi kembali atau kalau tidak para kades meminta dibolehkan untuk membagi rata jatah rastra yang ada.

Saat rapat koordinasi dengan Pemkab Loteng, dikantor Bupati Loteng, Sabtu,  9 Maret 2019, Kades Nyerot, Sahim, S.H., mengatakan, data penerima bansos rastra tahun ini banyak yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Di mana banyak ditemukan peneriman bansos justru dari kalangan keluarga mampu dan kaya, bahkan ada juga yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Di satu sisi, banyak masyarakat yang kondisi ekonomi sangat memperihatinkan justru tidak masuk sebagai penerima bansos rastra. “Ini kondisi di lapangan. Dan, hampir di semua desa ada yang penerima bansos yang semestinya tidak layak sebagai penerima bansos,” ujar Kades Nyerot ini.

Untuk itu, pihaknya meminta agar data penerima bansos rastra divalidasi kembali dengan memasukkan masyarakat kurang mampu yang belum terdaftar ke dalam daftar penerima bansos dan mencoret yang tidak layak sebagai penerima bansos.

Kalaupun tidak divalidasi, pihaknya meminta agar dibuatkan SK Bupati yang membolehkan jatah rastra agar dibagi rata. Dalam arti, mana kepada warga yang memang berhak. Tetapi tidak masuk dalam daftar penerima. Jika tidak para kades menolak untuk membagi jatah rastra untuk sementara waktu. Sampai ada proses validasi penerima bansos rastra.

“Kalau tetap dibagi sesuai data penerima yang ada, maka kami para kades tidak menjamin proses pembagian akan berjalan lancar,” sebutnya. Karena pastinya akan muncul protes dari warga yang tidak masuk sebagai penerima jatah rastra, mengingat, banyak data penerima rastra yang tidak sesuai kondisi masyarakat di bawah.

Lebih-lebih lagi aturan dengan tegas mengatur kalau jatah rastra harus diterima oleh penerima sesuai jatah yang tertera. Hal itu jelas akan memicu polemik di bawah dan kades yang jadi korban. “Jadi kami tidak mau terus-terusan jadi korban. Kami minta data penerima divalidasi dulu baru rastra dibagikan. Atau boleh pake data yang ada, tetapi rastra boleh dibagi rata,” tambah Agus Kusumahadi, Kades Selebung.

Menanggapi persoalan tersebut, Sekda Loteng, H.M. Nursiah, S.Sos.M.Si., menegaskan penyaluran rastra tidak boleh dibijaksanai. Dalam hal ini, kades harus tetap melaksanakan ketentuan sesuai pedoman dan aturan yang ada. Kalau kades tetap ngotot membagi rata jatah rastra, ada konsekuensi hukumnya.

 Adapun soal SK Bupati yang membolehkan rastra dibagi rata, Sekda Loteng menegaskan kecil peluangnya untuk disetujui, karena aturan penyaluran rastra sudah jelas dan tidak bisa kepala daerah membuat aturan dan kebijakan sendiri. “Prinsipnya, jatah yang ada salurkan sesuai aturan yang ada jangan dibagi rata. Sembari proses validasi penerima jatah rastra berjalan,”  ujarnya.

Data dari Dinsos Loteng menyebutkan, total penerima bansos rastra tahun ini sebanyak 96.375 kepala keluarga (KK). Jumlah tersebut sampai dengan jumlah penerima rastra tahun 2018 lalu. Di mana masing-masing KPM (Keluarga Penerima Manfaat) masing-masing akan memperoleh jatah beras sebanyak 10 kg secara cuma-cuma.

Sementara Kepala Dinas Sosial Loteng Baiq Sri Hastuti, menegaskan, pemerintah daerah memberikan kesempatan bagi kades untuk melakukan validasi data penerima sampai akhir bulan ini dan disampaikan ke pemerintah pusat. “Silakan data yang ada divalidasi melalui musyawarah desa. Hasilnya sampai ke pemerintah daerah, nanti pemerintah akan melanjutkan ke pemerintah pusat,” tambahnya. (kir)