Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB menolak memberi rekomendasi kepada Perum Bulog untuk mendatangkan daging impor dari India. Alasannya jelas, berpotensi merugikan peternak dan populasi sapi NTB sangat mencukupi. Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB, Ir. Hj. Budi Septiani merespon surat yang dikirimkan Perum Bulog Wilayah NTB untuk meminta rekomendasi mendatangkan daging beku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat NTB.
Budi Septiani mengatakan, sejak tahun 2011, NTB swasembada daging. Saat ini populasi sapi NTB terus meningkat. Pemprov NTB, kata kepala dinas, hanya memberikan rekomendasi kepada distributor swasta yang mendatangkan daging beku untuk memenuhi kebutuhan perhotelan. “Dan itu kita kawal,” ujarnya. Sementara rekomendasi yang diminta Perum Bulog Wilayah NTB, dalam aturan di Kementerian Pertanian RI, mendatangkan daging impor harus membeli 5 persen daging lokal dari total daging impor yang akan dimasukkan ke daerah.
“Ini aturan dari Kementan yang sudah lama keluar. Nanti saya cek kembali aturan ini,” kata Hj. Budi. Seperti diketahui, Perum Bulog Wilayah NTB akan mendatangkan sebanyak 40 ton daging beku, sapi dan kerbau. Asalnya dari India. Bulog tengah meminta rekomendasi kepada Pemprov NTB melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB.
Hj. Budi menambahkan, populasi ternak NTB saat ini tersebar 600.000 ekor lebih di Pulau Sumbawa dan 500 ribu ekor di Pulau Lombok. Sementara, populasi penduduk NTB dari 5,1 juta jiwa tersebar 70 persen di Pulau Lombok dan 30 persen di Pulau Sumbawa. “Memang, di Pulau Lombok kita kekurangan daging. Tapi dipenuhi dari ternak potong di Pulau Sumbawa,” katanya.
karena tingginya populasi sapi di NTB, daerah ini bahkan berkontribusi memenuhi kebutuhan daging nasional 4,6 persen. “Kita bahkan ngirim sapi potong ke 18 provinsi. Ke Kalimantan, ke Jawa Barat, dan provinsi-provinsi lainnya,” papar kepala dinas. Yang diharapkan dari Perum Bulog adalah bagaimana BUMN sektor pangan ini bisa bermitra dengan pemerintah daerah sebagai pengelola Rumah Potong Hewan (RPH) yang ada.
“Bagaimana nasib peternak kita nanti. Dulu Bulog pernah minta rekomendasi juga, saya ndak kasi. Masak harga saja yang menjadi pertimbangan. Bagaimana angka kemiskinan kita (kalau datangkan daging impor), peternak akan menjadi terpuruk. Kemiskinan kita akan naik,” demikian Budi Septiani. (bul)