Warga Pondok Perasi Digusur  

0
Alat berat merobohkan rumah warga Pondok Perasi, Ampenan, Senin, 6 Januari 2020. Sempat melakukan penolakan, 30 warga Pondok Perasi diamankan pihak kepolisian. (Suara NTB/viq)

Mataram (Suara NTB) – Sebanyak 83 kepala keluarga (KK) dari 183 jiwa warga di RT 08 Lingkungan Pondok Perasi, Ampenan, Senin, 6 Januari 2020 digusur. Sekitar 30 KK di Lingkungan Pondok Perasi mencoba menahan aparat kepolisian saat penggusuran. Mereka berusaha menolak penggusuran tersebut.

Eksekusi dilaksanakan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Mataram nomor 14/Pen.Eks.Pdt/2015/PN/Mtr.jo. Nomor 73/Pdt.G/2016/PN/Mtr. Camat Ampenan Muzakkir Walad mengatakan, total semua yang menolak dieksekusi sekitar 25-30 KK.

“Sekitar 30 KK ini memang masuk dalam tim 14 yang menolak kemarin. Ada beberapa juga yang coba ikut-ikutan saja. Selama ini persepsi warga yang menolak ini, bahwa merekalah  yang memiliki lahan ini,” kata Muzak, sapaannya.

Menurutnya, pihak PN Mataram sudah memberikan waktu beberapa hari untuk mengosongkan rumah. Kendati sudah diberikan waktu, beberapa warga memang tidak mau berkompromi dengan waktu yang diberikan. “Waktu sudah diberikan, tiga hari dari Rabu tanggal 18 Desember lalu. Mereka minta untuk ditunda lagi hingga tahun baru kemarin,” jelasnya.

Ia menilai, waktu yang diberikan oleh PN Mataram cukup panjang untuk melakukan pengosongan rumah warga. Dari waktu yang diberikan tersebut, memang pihak kecamatan sudah berbicara dengan tim 14, bahwasanya mereka tetap kekeuh menolak penggusuran dengan alasan masih ada proses hukum yang belum terpenuhi.

Bukan hanya itu, dari 30 KK yang menolak ini kata Muzak, beberapa warga yang sudah tinggal di dalam tenda pengungsian menolak kehadiran tim 14 ke dalam tenda dengan alasan lain. ”Nanti kita kumpulkan dulu mereka, karena ada penolakan dari teman-teman di tenda. Kita akan memediasi nanti bagaimana agar warga yang di tenda menerima bersama-sama di sana,” paparnya.

Menurut Medi (30), salah satu warga yang menolak penggusuran ini mengatakan, PN Mataram melewati proses hukum yang masih berjalan. Padahal pada Selasa (7/1) hari ini akan ada sidang lanjutan di pengadilan. “Dari sidang itu, warga dari 30 KK yang menolak ini, menagih mekanisme hukum yang  diperjuangkan itu,” katanaya. Menurutnya, penggusuran memang tidak boleh terjadi.

Sekiranya, tahapan itu sudah dilewati oleh PN Mataram kata Medi, harusnya penggusuran hari ini bisa ditunda dan dibatalkan. “Seharusnya begitu, jadi apa yang diperjuangkan oleh tim 14 ini. Mereka tetap menolak untuk digusur sekalipun sudah final. Bagaimana tidak, saya sudah membangun rumah ini dari nol. Mungkin sekitar Rp60 juta sudah saya keluarkan untuk bangun rumah ini,” papar Medi.

Setelah penggusuran ini, Medi pun kebingungan, tidak ada jalan lain selain tinggal di Rusunawa. Bukan hanya itu, ia beserta 30 KK lainnya yang melakukan penolakan telah sepakat untuk tidak mendiami tenda di lingkungan Bekicot tersebut. Bukan hanya itu, 30 KK lainnya juga akan menolak pembangunan Rusunawa tersebut. “Kenapa kita tolak, karena harus disewa kan. Seharusnya jangan disewa, hidup sudah susah masa mau keluarkan uang sewa lagi,” tutupnya. (viq)