Polda NTB Juga Usut Proyek Jembatan Nasional yang Mangkrak

0
I Gusti Putu Gede Ekawana Putra (Suara NTB/ist) , Gunawan Wibisono (Suara NTB/ars)

Mataram (Suara NTB) – Selain Kejaksaan Tinggi NTB, belakangan diketahui tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB juga terjun menyelidiki indikasi penyimpangan di balik mangkraknya jembatan Lonken CS. Selain cek lapangan, sejumlah pihak akan diklarifikasi.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda NTB Kombes Pol, I Gusti Putu Gede Ekawana Putra di Mataram, membenarkan turunnya tim ke lokasi. Timnya mengecek langsung Jembatan Lonken Cs yang terdiri dari dua paket, Jembatan Tampes di Kayangan KLU dan Jembatan Lonken di Sajang, Sembalun Lombok Timur. Turunnya tim untuk menggali informasi awal indikasi pidana pada proyek senilai Rp36 miliar.

‘’Jadi anggota kami sudah turun ke sana untuk mengecek lapangan,’’ kata Ekawana, Rabu, 8 Januari 2020.

Selain mengecek kondisi fisik bangunannya, tim juga dikatakan sedang mengklarifikasi para pihak terkait. Dari instansi pemerintah, seperti Balai Pelaksana Jalan Nasional  (BPJN) Satker Pelaksana Jalan Nasional IX Mataram yang bertanggung jawab sebagai KPA dan PPK. Sementara dari pihak swasta, kontraktor pelaksana proyek PT. ABM yang diputus kontrak November 2019, lantaran tak kunjung menyelesaikan pekerjaan hingga habis masa kontrak 18 Desember 2019.

Menurut Dir Reskrimsus, tahapan awal ini masih dalam klarifikasi umum. Artinya, untuk tujuan pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan (Puldata dan Pulbaket).

‘’Ini semua masih klarifikasi. Senin, 13 Januari 2020 saya perkirakan sudah ada hasil. Akan saya cek laporan hasil kerja tim di lapangan,” kata mantan Wadir Reskrimsus yang menggantikan Kombes Pol. Syamsudin Baharuddin ini.

Bagaimana dengan Kejaksaan yang juga menyelidiki proyek ini? Ekawana mengakui sudah mendengar kabar itu. Bahkan Ekawana sudah membaca di media massa soal keinginan Pidsus Kejati NTB mengusut objek yang sama. Tapi bagi dia, ini tidak jadi soal.

‘’Ini tidak jadi soal. Memang saya baca kemarin di media, jaksa mau turun. Tapi setelah koordinasi dengan penyidik kita, mereka juga mau turun,’’ ungkapnya.

Sebelumnya Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX NTB, Nusakti Yasa Wedha, menjelaskan, mangkraknya proyek yang bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu disebabkan kontraktornya tidak mampu menyelesaikan proyek tersebut sesuai dengan kontrak kerjanya.

Pemenang tender dari proyek dengan nama paket pembangunan jembatan Lonken Cs ini berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Dengan nilai kontrak Rp36 miliar, proyek tersebut meliputi dua pengerjaan, yakni pembangunan Jembatan Tampes dan Jembatan Lonken, yang berada di Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara.

Berdasarkan progres pembangunannya, pihak kontraktor hanya menyelesaikan 14 persen dari yang seharusnya pada 18 Desember lalu sudah mencapai 100 persen pembangunan.

Karenanya pada November 2019, BPJN telah memutus kontraknya dan meminta pihak kontraktor mengembalikan Rp5 miliar, biaya pembangunan yang sebelumnya telah digunakan agar tidak menjadi kerugian negaranya.

Jaksa Telaah Pidana

Di sisi lain Kejaksaan Tinggi NTB punya target sama. Proyek jembatan nasional Tampes dan Lonken dalam bidikan.

‘’Kita telaah dulu seperti apa mangkraknya. Nanti tindak lanjutnya akan kami sampaikan ke pimpinan (Kajati NTB, red),’’ ujar Aspidsus Kejati NTB, Gunawan Wibisono, SH.,MH  Senin, 6 Januari 2020.

Proyek jembatan tersebut menjadi perhatian setelah peristiwa banjir Rabu, 1 Januari 2020. Air bah menjebol jembatan alternatif yang digunakan masyarakat. Setelah kejadian itu, warga dan pengendara dirugikan karena terpaksa menggunakan jalur alternatif yang lebih jauh dan berisiko. Sementara jembatan utama yang seharusnya tuntas dikerjakan Desember 2019, justru mangkrak dan rekanan diputus kontrak.

Ditambahkan Kasi Penyidikan Pidsus Kejati NTB, Supomo, SH, butuh proses mengkaji unsur pidana terkait dengan pekerjaan konstruksi yang bermasalah. Karena akan berkaitan dengan lelang, pelaksanaan hingga alasan putus kontrak. Berkaitan dengan keuangan, harus diusut soal pembayaran per volume pekerjaan. “Harus cek juga, apakah ada termin pembayaran atau bagaimana,” ujarnya.

Selain kemungkinan dibidik dengan informasi awal yang diperoleh pihaknya, masyarakat juga dibuka peluang untuk menyampaikan pengaduan atau laporan. Setiap laporan disarankan disertai dokumen pendukung sehingga memudahkan pihaknya mengerucutkan pengumpulan data dan bahan keterangan. (ars)